Sabtu, 29 November 2008

Memanfaatkan Potensi Limpahan Pariwisata Akibat Krisis Regional

Kita melihat krisis politik dan keamanan yang terjadi secara simultan dalam 1 minggu ini di India dan Thailand, begitu memukul stabilitas keamanan kawasan regional negara tersebut. Serangan bom yang dialami India diakui oleh Perdana Menteri negara terebut merupakan aksi terorisme sementara aksi protes yang cenderung anarkis terhadap Perdana Menteri Thailand hasil pemilu menujukan bahwa negara tersebut kembali sedang dilanda krisis politik. Aksi pendudukan Bandara Bangkok yang dilakukan oleh demonstrans, memukul perekonomian negara tersebut karena tertutupnya akses transportasi ke negara tersebut.

Fenomena yang terjadi seperti di Thailand dan India jelas sangat merugikan sektor pariwisata bagi kedua negara tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari penuturan Ruth Banomyong, ahli logistik terkemuka Thailand yang menyatakan, ” Thailand merupakan salah negara yang tidak pernah dianggap penuh resiko sebelumnya ” tetapi dengan lumpuhnya Bandara Suvarnabhumi yang menjadi pusat penghubung dengan negara – negara di Asean dan dikeluarkannya travel warning dari Singapura untuk warga negararanya maka praktis image sebagai negara yang tidak beresiko menjadi tidak berarti. Begitu juga yang terjadi di India dimana serangan bom ditujukan kepada para turis yang berada di kota tersebut disamping Mumbai sebagai pusat keuangan India. Kita melihat fenomena dari 2 kejadian tersebut dan melihat dampak kecenderungannya, dapat berupa beralihnya trend kunjungan wisatawan asing selain ke India dan Thailand seperti kemungkinan akan bertambahnya konsentrasi wisatawan ke China daratan atau Vietnam sebagai dampak aksi teroris di India serta peningkatan kunjungan ke Malaysia dan Indonesia karena konflik politik yang terjadi di Thailand.

Apa yang terjadi di Thailand dan India menarik untuk dikaitkan dengan apa yang dilakukan oleh Air Asia serta kaitannya dengan peluang bagi Indonesia untuk peningkatan potensi wisatawannya di kawasan tersebut disaat mengalami pelemahan rupiahnya. Penetrasi Air Asia  yang melakukan tarif promo termurah untuk rute Kuala Lumpur – London dapat dilihat sebagai upaya untuk tetap mempertahankan pasar di rute tersebut karena kecenderungan maskapai secara umum melakukan pengurangan penerbangan penerbangan ke Eropa dan juga Amerika sebagai dampak dari penurunan Loading Factor di jalur tersebut, sehingga diharapkan dengan murahnya tarif yang ditetapkan dapat tetap terjangkau untuk melakukan perjalanan bagi masyarakat Eropa ke wilayah Malaysia baik untuk keperluan bisnis atau berwisata. Seperti yang sudah disebutkan diatas, tingginya kerawanan yang terjadi di Thailand dapat lebih mendorong kunjungan ke Malaysia dalam bentuk wisatawan sekaligus kita harus bisa memanfaatkan limpahan kunjungan tersebut agar dapat masuk ke Indonesia karena murahnya biaya berwisata di Indonesia pada saat ini. Artinya jika akan melakukan kunjungan ke Indonesia dengan penerbangan yang lebih terjangkau maka alternatifnya dapat dilakukan melalui Malaysia terlebih dahulu dengan menggunakan Air Asia, sehingga pemerintah harus dapat memanfaatkan situasi tersebut bagi kepentingan pariwisata nasional.

Optimalisasi terhadap maskapai nasional juga harus seimbang, seperti memaksimalkan kinerja maskapai Garuda di rute regional dalam rute penerbangan ke China daratan dan Vietnam sebagai antisipasi beralihnya trend kunjungan wisata ke India menjadi ke kawasan tersebut dan juga kesempatan untuk segera dibukanya maskapai baru berstandar premium dapat juga dijadikan sebagai alternatif terhadap pemberdayaan potensi pariwisata tersebut oleh maskapai nasional untuk rute regional Asia Tenggara dan Australia.
Fenomena terjadinya krisis politik di Thailand dan krisis keamanan di India mungkin dampaknya tidak akan berlangsung sebentar, sehingga dibutuhkan kejelian bagi regulator terkait untuk dapat memaksimalkan potensi yang ada bagi pertumbuhan pariwisata di Indonesia disamping dukungan terhadap komitmen pemerintah untuk tetap menjaga stabilitas sosial, politik dan keamanan nasional


Jakarta, 28 November 2008
Mohamad Chaidir Salamun
Media Analyst IndoSolution

Pemerintah Harus Segera Mendorong Investasi di Sektor Penerbangan

Kita melihat krisis politik dan keamanan yang terjadi secara simultan dalam 1 minggu ini di India dan Thailand, begitu memukul stabilitas keamanan kawasan regional negara tersebut. Serangan bom yang dialami India diakui oleh Perdana Menteri negara terebut merupakan aksi terorisme sementara aksi protes yang cenderung anarkis terhadap Perdana Menteri Thailand hasil pemilu menujukan bahwa negara tersebut kembali sedang dilanda krisis politik. Aksi pendudukan Bandara Bangkok yang dilakukan oleh demonstrans, memukul perekonomian negara tersebut karena tertutupnya akses transportasi ke negara tersebut.

Fenomena yang terjadi seperti di Thailand dan India jelas sangat merugikan sektor pariwisata bagi kedua negara tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari penuturan Ruth Banomyong, ahli logistik terkemuka Thailand yang menyatakan, ” Thailand merupakan salah negara yang tidak pernah dianggap penuh resiko sebelumnya ” tetapi dengan lumpuhnya Bandara Suvarnabhumi yang menjadi pusat penghubung dengan negara – negara di Asean dan dikeluarkannya travel warning dari Singapura untuk warga negararanya maka praktis image sebagai negara yang tidak beresiko menjadi tidak berarti. Begitu juga yang terjadi di India dimana serangan bom ditujukan kepada para turis yang berada di kota tersebut disamping Mumbai sebagai pusat keuangan India. Kita melihat fenomena dari 2 kejadian tersebut dan melihat dampak kecenderungannya, dapat berupa beralihnya trend kunjungan wisatawan asing selain ke India dan Thailand seperti kemungkinan akan bertambahnya konsentrasi wisatawan ke China daratan atau Vietnam sebagai dampak aksi teroris di India serta peningkatan kunjungan ke Malaysia dan Indonesia karena konflik politik yang terjadi di Thailand.

Apa yang terjadi di Thailand dan India menarik untuk dikaitkan dengan apa yang dilakukan oleh Air Asia serta kaitannya dengan peluang bagi Indonesia untuk peningkatan potensi wisatawannya di kawasan tersebut disaat mengalami pelemahan rupiahnya. Penetrasi Air Asia  yang melakukan tarif promo termurah untuk rute Kuala Lumpur – London dapat dilihat sebagai upaya untuk tetap mempertahankan pasar di rute tersebut karena kecenderungan maskapai secara umum melakukan pengurangan penerbangan penerbangan ke Eropa dan juga Amerika sebagai dampak dari penurunan Loading Factor di jalur tersebut, sehingga diharapkan dengan murahnya tarif yang ditetapkan dapat tetap terjangkau untuk melakukan perjalanan bagi masyarakat Eropa ke wilayah Malaysia baik untuk keperluan bisnis atau berwisata. Seperti yang sudah disebutkan diatas, tingginya kerawanan yang terjadi di Thailand dapat lebih mendorong kunjungan ke Malaysia dalam bentuk wisatawan sekaligus kita harus bisa memanfaatkan limpahan kunjungan tersebut agar dapat masuk ke Indonesia karena murahnya biaya berwisata di Indonesia pada saat ini. Artinya jika akan melakukan kunjungan ke Indonesia dengan penerbangan yang lebih terjangkau maka alternatifnya dapat dilakukan melalui Malaysia terlebih dahulu dengan menggunakan Air Asia, sehingga pemerintah harus dapat memanfaatkan situasi tersebut bagi kepentingan pariwisata nasional.

Optimalisasi terhadap maskapai nasional juga harus seimbang, seperti memaksimalkan kinerja maskapai Garuda di rute regional dalam rute penerbangan ke China daratan dan Vietnam sebagai antisipasi beralihnya trend kunjungan wisata ke India menjadi ke kawasan tersebut dan juga kesempatan untuk segera dibukanya maskapai baru berstandar premium dapat juga dijadikan sebagai alternatif terhadap pemberdayaan potensi pariwisata tersebut oleh maskapai nasional untuk rute regional Asia Tenggara dan Australia.

Fenomena terjadinya krisis politik di Thailand dan krisis keamanan di India mungkin dampaknya tidak akan berlangsung sebentar, sehingga dibutuhkan kejelian bagi regulator terkait untuk dapat memaksimalkan potensi yang ada bagi pertumbuhan pariwisata di Indonesia disamping dukungan terhadap komitmen pemerintah untuk tetap menjaga stabilitas sosial, politik dan keamanan nasional


Jakarta, 28 November 2008
Mohamad Chaidir Salamun
Media Analyst IndoSolution

Rabu, 19 November 2008

Pengguna Tidak Bisa Menunggu Busway Menjadi Sempurna

Melihat pemaparan kronologis hambatan TransJakarta di salah satu harian ibukota, menarik sekali untuk ditelaah. Jika dilihat dari pemaparan tersebut terlihat bahwa, 2 persoalan yang selalu muncul dalam moda Transportasi tersebut, yaitu regulasi dan infrastruktur sehingga merupakan persoalan yang tiada habis – habisnya menjadi bahan perdebatan terhadap pihak – pihak terkait pada moda transportasi tersebut.

Komitmen & Transparansi
Saya menyoroti terhadap kendala regulasi yang menghambat tertundanya kembali pengoperasian koridor VIII hingga X sebagai dampak dari konflik yang terjadi di koridor IV dan VII. Saya melihat konflik seputar tarif yang terjadi di koridor IV hingga VII memberikan dampak psikologis bagi Pemprov, sehingga sebisa mungkin Pemprov mengusahakan konflik tersebut tidak terjadi lagi di koridor VIII dan X walaupun harus berujung terhadap penundaan operasional koridor tersebut. Dilematis yang muncul dari persoalan tarif tersebut, ketika Pemprov dihadapkan terhadap 2 pilihan harga antara Rp 12 ribu atau Rp 9 ribu dengan implikasi terhadap beban subsidi yang lebih kecil atau tuntutan yang harus dihadapi jika diberlakukan tarif baru yang lebih rendah, saya melihat perkembangan tersebut seperti yang termuat di media, lebih cenderung untuk memilih harga yang lebih berpihak kepada masyarakat dan meringankan beban subsidi yang dikeluarkan oleh Pemprov, sehingga dalam hal ini jalan tengah yang diambil Pemprov cukup bijak dengan mengambil angka 85 % dari nilai Rp 12.000, karena jika dibiarkan terus armada untuk menutupi kebutuhan di koridor IV hingga VII akan semakin sulit untuk segera dioperasionalkan.

Kemudian kita melihat komitmen dari salah satu operator yang beroperasi dikoridor V dan VII, yang menyatakan siap beroperasi di koridor tersebut dan dengan kesiapan infratsruktur seperti pembangunan SPBG di koridor yang akan dilaluinya, dan armada yang telah disiapkan dengan sangat memperhatikan keselamatan penumpangnya, saya kira hal tersebut merupakan salah satu proses yang harus mendapat dukungan oleh pihak terkait karena upaya tersebut merupakan bentuk tanggung jawab sebuah korporasi terhadap kondisi transportasi di kota Jakarta, sehingga dengan adanya perbedaan pendapat mengenai persoalan tarif, akan lebih baik segera diserahkan ke dalam proses Arbitrase sesuai dengan mekanisme yang ada dan lebih cenderung untuk tetap mengkedepankan operasional yang seharusnya berjalan, karena implikasi yang akan dihadapi untuk kedepannya adalah hambatan untuk mengoperasionalkan koridor selanjutnya akan lebih besar dan akan berlanjut dengan kekecewaan publik. Terkait dengan persoalan tersebut upaya Pemprov untuk tetap berada di tengah – tengah antara masyarakat dan kepentingan pengusaha sekaligus meminimalkan konflik persoalan tarif, dibuktikan dengan memperluas otoritas dan mempertahankan status Badan Layanan Umum dan merupakan jawaban terhadap rekomendasi atau wacana yang berkembang untuk merubah BLU menjadi persero. Pergantian pimpinan di BLU yang dilakukan oleh Gubernur DKI, secara bertahap merupakan keinginan yang kuat bagi Pemprov untuk membangun karakter positif dari bawah dan peningkatan kinerja terhadap BLU TransJakarta yang selalu berada dalam kampanye negatif karena konflik yang tidak terselesaikan.

Tantangan bagi Pemprov
Banyaknya kekurangan dalam perjalanan moda transportasi tersebut, tidak harus membuat kita terus berkubang di dalam konflik kepentingan yang terjadi dan berakibat mengabaikan kepentingan masyarakat yang menjadi jargon dibangunannya sarana transportasi tersebut. Saya kira transparansi di media sudah jelas, bagaimana upaya operator terkait dalam komitmennya untuk ikut membangun transportasi di Jakarta, sehingga masyarakat bisa memberikan penilaian akar persoalannya apakah hambatan yang terjadi saat ini terhadap moda TransJakarta ada di operator, Pemprov atau kinerja BLU yang tidak optimal dan pihak lainnya yang memiliki kepentingan terhadap moda transportasi tersebut.

Kita tidak bisa menunggu busway menjadi sempurna untuk menghindari kemacetan total di Jakarta pada 6 tahun ke depan. Diperlukan kelegawanan, komitmen, transparansi dan netralitas yang kuat dari Pemprov dalam penyelesaian konflik yang terjadi sehingga tujuan dibentuknya TransJakarta dapat tercapai. Oleh karenanya rencana dan persiapan BLU harus segera dilakukan terhadap koridor selanjutnya disamping peningkatan terhadap pelayanan di koridor yang sudah berjalan.
Jakarta, 18 November 2008
Mohamad Chaidir Salamun
Media Analyst Indosolution

Selasa, 18 November 2008

Persepsi Dibalik Kepentingan Pelarangan Terbang oleh Uni Eropa

Seperti kita ketahui sekarang bahwa Uni Eropa telah kembali memperpanjang larangan terbang dari Indonesia ke wilayah tersebut. Menurut Wakil Presiden Komisi Uni Eropa Bidang Transportasi Antonio Tajani, ” larangan terbang tersebut sangat penting sebagai perangkat regulasi agar keamanan di wilayah udara Eropa terjamin ”. Kita melihat bahwa bukan hanya Indonesia saja yang diberikan label maskapainya terhadap pelarangan tersebut, beberapa negara dari Asia, Kyrgistan dan Afrika seperti Kongo dan Gabon juga diberlakukan hal yang sama seperti Indonesia. Faktor keselamatan menjadi alasan utama seperti yang dikatakan perwakilan dari Uni Eropa tersebut. Jika dilihat dari kronologis pelarangan tersebut, sejak pertama kali diberlakukan hinggga saat ini, persyaratan dicabutnya larangan terbang yang diberikan oleh Uni Eropa terus menunjukan peningkatan, jika dulu faktor tekhnis yang menjadi pekerjaan rumah yang diberikan oleh Uni Eropa untuk diperbaiki oleh Dephub dan pihak terkait dan sekarang mempermasalahkan pengesahan RUU penerbangan yang diminta untuk disyahkan tahun ini juga. Memang jika dilihat secara internal kondisi penerbangan nasional akhir – akhir ini, banyaknya insiden yang terjadi meskipun tidak menimbulkan korban jiwa menjadi catatan penting bahwa standar keselamatan penerbangan kita masih menjadi pertanyaan masyarakat internasional, hal tersebut menjadi logis jika Uni Eropa masih terus mengkaitkan pelarangan tersebut dengan catatan insiden yang masih sering terjadi, sehingga jelas sekali bahwa faktor tekhnis merupakan pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan.

Persepsi Kepentingan
Menurut Dirjen Angkutan Udara Dephub Tri Sukono dalam pernyataannya di sebuah surat kabar, perpanjangan larangan terbang sudah memasuki ranah politik sementara berdasarkan standar International Civil Aviation Association ( ICAO ) masalah regulasi dan organisasi merupakan otoritas negara – negara anggota yang tidak boleh dicampuri oleh pihak lain. Jika melihat 2 hal tersebut, dan melihat perkembangan dunia penerbangan di Eropa berkaitan dengan dampak krisis yang terjadi.

Krisis global memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap eksistensi maskapai secara umum, banyaknya maskapai yang menyatakan mengalami kerugian dalam laporan keuangannya karena menghadapi beban minyak dunia beberapa waktu yang lalu dan sekarang harus menghadapi turunnya daya beli akibat krisis sehingga menurunkan loading factor. Jangan lupa ! Airbus merupakan pabrikan pesawat yang berasal dari Eropa, selain penurunan loading factor, maskapai mengalami persoalan dalam likuiditas sehingga menyulitkan untuk memperoleh armadanya dan hal tersebut menurunkan pangsa pasar Airbus di Eropa.

Dengan melihat kenyataan ini, persepsi pelarangan terbang dapat berupa :
1. Merupakan upaya Eropa untuk menyelamatkan maskapainya dengan melarang masyarakatnya menggunakan pesawat Indonesia dan beberapa negara yang terkena banned dengan tetap menggunakan maskapai dari Eropa, dengan tujuan untuk menaikan loading factor.
2. Merupakan upaya memasarkan Airbus di Indonesia seiring dengan penurunan pasar pabrikan tersebut di Eropa.

Alternatif Kebijakan
Belajar dari persoalan tersebut, strategi Mandala Airlines yang berani menggunakan 100 % Airbus maka setelahnya didukung oleh perusahaan Total dari Perancis untuk menerbangkan 9000 karyawannya di Indonesia. Pemilu 2009, akan menurunkan tren bisnis karena investor cenderung wait and see dan investasi modal karena ketidakpastian politik akan beralih ke luar negeri sehingga akan melemahkan rupiah. Seiring dengan pelemahan tersebut, pariwisata dan eskpor di beberapa hal ke luar negeri merupakan sektor yang dapat diandalkan, oleh karena itu apakah untuk tetap mendukung sektor pariwisata dan ekspor tersebut apakah kita akan menggunakan Airbus sekaligus untuk dapat melepaskan diri dari pelarangan terbang seperti strategi yang dilakukan oleh maskapai Mandala.

Sementara visi pemerintah dalam mengambil langkah mengamankan proses pemilu 2009, meningkatkan keamanan sosial dan stabilitas politik adalah tepat termasuk menuntaskan konflik yang terjadi di teluk naga baru – baru ini.

Jakarta, 17 November 2008
Mohamad Chaidir Salamun
Media Analyst IndoSolution