Kamis, 30 Juli 2009

Kemungkinan Perubahan Geopolitik dan Perekonomian Afrika Bagi Dunia Usaha Indonesia

Perjalanan Barrack Obama mengunjungi benua hitam Afrika untuk pertama kalinya pasca terpilih menjadi Presiden Amerika menarik untuk dicermati terhadap potensi investasi yang sangat mungkin dikembangkan oleh barat dan juga kaitannya terhadap pengembangan investasi dunia usaha Indonesia di benua tersebut.  Potensi tersebut disinyalir semakin menguat dengan melihat genologi sang Presiden dan memiliki hubungan emosional ras hitam benua Afrika dan juga peta perubahan peradaban setelah secara perlahan wajah Eropa berubah menjadi pengabut sistem kapitalis murni setelah keruntuhan Uni Soviet dan juga perubahan peta politik di Timur Tengah sebagai dampak dari suksesi kepemimpinan di Irak. Dalam hal ini, saya kira memang patut juga untuk dicermati sebagai cermin masa depan Afrika dari sisi Geopolitik dan Perekonomiannya dimana perjalanan perubahan dunia dari dekade ke dekade yang berkaitan dengan pergantian kepemimpinan negara Amerika sebagai adi daya saat ini. Menyoroti perubahan yang terjadi sejak pemerintahan Reagen, Goerge Bush, Clinton dan George W Bush, dimana secara signifikan memplot perubahan peradaban sesuai dengan kebutuhan dari perjalanan  negara adi daya tersebut hingga memunculkan China sebagai salah satu calon kuat Blok Timur sebagai penantang Amerika untuk peranannya dalam perjalanan peradaban ini. Disamping itu, kepentingan di balik isu terorisme dengan bayang – bayang trauma perang salib memang sangat efektif untuk mendukung perubahan yang diharapkan di Timur Tengah dan juga berdampak global ke seluruh dunia termasuk Indonesia yang sangat merasakan dampaknya akibat perubahan tersebut. Sementara kehadiran Obama memang sudah diprediksikan dapat memecah kebuntuan komunikasi antara Islam dan Barat sebagai akibat kebijakan rezim sebelumnya, dan juga Geopolitik dunia.  Di satu sisi faktor genelogi yang dimiliki sang presiden diprediksi menjadikan perubahan yang terjadi pada saat ini secara perlahan mengarah ke benua hitam Afrika.

Pemetaan Masa Depan

Dari sedikit cerita diatas, Ada dua hal yang saya garis bawahi yang mana dapat diasumsikan sebagai Blue Print untuk perkembangan di Timur Tengah dan Afrika di masa rezim Obama ini. Yang pertama adalah rekonsiliasi kepemimpinan di Irak yang kemudian diikuti dengan masuknya korporasi – korporasi barat dalam rangka investasi di Timur Tengah. Yang kedua, setelah tercapainya kesepakatan terhadap penyelesaian konflik Irak tersebut maka akses menuju Afrika akan menjadi lebih mudah sehingga benua tersebut dapat dijadikan sebagai Travel Basic barat untuk dapat mengantisipasi bangkitnya China sebagai penantang Blok Barat. Jika kita mencermati statement di sebuah surat kabar kemarin, bahwa Eropa menyediakan USD 560M untuk Afrika dan Timur Tengah dalam rangka mengembangkan ladang energi listrik tenaga surya di Afrika dan Timur Tengah, untuk bisa memenuhi 15 % kebutuhan energi listrik Eropa pada tahun 2050. Pesan dari isu tersebut menunjukan bahwa sangat dibutuhkan pemetaan masa depan global sebagai implikasi dari gesekan yang ada, sehinggga dengan mengidentifikasikan rencana strategis maupun skenario yang dibangun oleh negara – negara maju, Indonesia dapat sedini mungkin mengenali keunggulan dan kelemahan dirinya dalam persaingan pasar Global. Dengan melakukan sosialisasi isu – isu strategis berskala internasional sehingga masyarakat Indonesia terutama kalangan dunia usaha mempunyai gambaran yang jelas mengenai konstalasi berbagai kekuatan  berskala global baik berupa negara maupun aktor non – negara. Mungkin dalam hal ini untuk kalangan dunia bisnis, saya rasa perlu untuk mengingatkan terhadap scenario buliding dari negara – negara Adidaya untuk tahun 2010 mendatang.

Posisi Stratetegis Indonesia. 

Bagaimana menyikapi perkembangan situasi global tersebut diatas ? dalam hal ini agak sedikit disayangkan jika dalam kampanye Capres 2009, kemarin tidak mengagendakan isu tersebut secara mendalam, padahal Amerika secara khusus menempatkan Indonesia dalam prioritas politik luar negeri mereka. Hillary Clinton melakukan kunjungan ke Indonesia setelah melakukan lawatan ke Jepang sehingga prioritas Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan China atau Korea Selatan. Terlepas dari pandangan negara adi daya tersebut terhadap Indonesia sebagai sekutu strategis, Indonesia sudah seharusnya memandang perkembangan global ini secara aktif. Ucapan selamat yang dilakukan Barrack Obama terhadap kemenangan Presiden SBY versi quick count, meski mendapat kritik karena dinilai masih terlalu dini, dalam pemilu kali ini, sedikit banyak dapat diartikan sebagai pesan bahwa masih banyak yang harus segera dikerjakan bagi kepentingan kedua negara saat ini. Sementara jika dilihat terhadap kecenderungan investasi kita di Benua Afrika, konsentrasi investasi Indonesia di Afrika, selama ini lebih banyak tertuju kepada negara Afrika Selatan. Sehingga dengan kunjungan Barrack Obama ke Ghana, akan lebih banyak alternatif bagi Indonesia dalam melakukan investasinya di Benua Afrika. Faktor frekuensi transportasi, jarak yang jauh mungkin dapat menjadi kendala yang utama, tetapi jika prospek dalam melakukan investasi semakin membaik seiring dengan perkembangan yang terjadi, maka dukungan perbankan yang selama ini menjadi kendala mungkin akan lebih mudah dalam mendukung investasi kita di Afrika.
Saya kira, yang paling penting dari semua ini adalah para pemangku kepentingan baik dari kalangan bisnis maupun bidang politik luar negeri dapat berkumpul dan berdialog bersama dalam merumuskan agenda strategis untuk memaksimalkan potensi  kepentingan – kepentingan Indonesia dari perubahan – perubahan global yang terjadi dan sorotannya dalam hal ini adalah terhadap perubahan yang terjadi di Afrika.

Jakarta, 30 Juli 2009
Mohamad Chaidir Salamun
Media Analyst IndoSolution

Rabu, 29 Juli 2009

Kebutuhan Biologis Sang Teroris Sebagai Pintu Masuk Pengungkapan

Banyaknya pemberitaan di media televisi yang menayangkan penangkapan dan interogasi terhadap sejumlah istri Nurdin M Top, cukup membuat decak kagum bagi saya terhadap sang teroris, betapa tidak, terlepas dari kondisi sebagai buruan tersangka teroris, sang pelaku masih dapat melakukan pemenuhan kebutuhan biologis dan dilakukan secara sistematis tanpa dapat dilacak oleh pihak aparat kita. Kita dapat memahami terhadap pola pernikahan yang dilakukan oleh Noordin, karena merupakan upaya untuk menyamarkan diri dari kejaran petugas sehingga dengan melakukan pernikahan dengan warga setempat sosialisasi Noordin dapat lebih mudah untuk tidak dicurigai, disamping kemudahan dalam mengembangkan sel jaringannya karena mendapat akses langsung ke masyarakat.

Terhadap apa yang telah dilakukan oleh Noordin dari beberapa pernikahannya yang dapat diungkap, ada beberapa hal yang saya garis bawahi dan juga saya merasa prihatin dengan fenomena yang terjadi di masyarakat terhadap kejadian tersebut.

Yang pertama dan kemudian yang mungkin dapat dikembangkan dimana pemenuhan kebutuhan biologis dari sang teroris merupakan hal yang tidak dapat dibantah dari si pelaku. Dan saya menduga, ini dapat menjadi kebutuhan yang paling mendasar terhadap Noordin dibalik rencana tujuan pengembangan organisasinya. Jika benar dia adalah seorang fundamental tulen yang benar – benar menjalankan prinsip agama tanpa reserve, maka, Noordin akan sangat memahami dan juga menjalankan hal tersebut sesuai dengan ajaran yang dia yakini. Sehingga hal itu menjadi dasar, terhadap pola – pola yang dilakukan oleh Nurdin untuk mengatasi persoalan kebutuhan biologis tersebut.

Yang kedua, dalam melakukan pelarian nya di daerah, saya memiliki keyakinan, Noordin tidak melakukan perjalanan sendiri ke setiap titik selnya. Artinya ada orang – orang yang sangat kecil memiliki kemungkinan untuk berkhianat kepada dirinya dan selalu berada di sisi Noordin ketika kemanapun Noordin pergi, dari premis ini, saya kira tidak hanya Noordin yang melakukan pernikahan di daerah, tetapi orang – orang yang sangat dipercaya olehnya pun akan melakukan hal serupa, sehingga komunitas yang terjalin akan lebih kuat lagi. Disini saya melihat dari beberapa pernikahan yang dapat diungkap, seperti dengan istri kedua Noordin Munfiatun, yang pernikahannya dilakukan di Surabaya dan melakukan perjalanan hingga ke tretes yang merupakan daerah wisata, kemudian pernikahannya di Cilacap dan yang terakhir yang dapat diungkap di Leuwiliang Bogor. Menunjukan setiap titik tersebut memiliki kemudahan akses untuk lari ke laut  bagi si pelaku jika situasi yang dihadapi mengharuskan mereka lari. Sehingga sangat mungkin Nurdin juga melakukan pendekatan juga terhadap kampung nelayan sebagai akses untuk mengatur kebutuhan logistik bagi jaringannya.

Yang ketiga, saya melihat disini merupakan sebuah fenomena dimana begitu mudahnya karakter budaya kita menerima keberadaan sang teroris untuk dapat melakukan pembauran menjadi suatu ikatan keluarga. Apa yang menjadi dasar sehingga semua ini bisa terjadi ? Yang pasti latar belakang keluarga yang orang tuanya merestui anaknya melakukan proses ini merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk bisa membongkar kultur yang dianggap dapat menyemaikan ekstremisme. Sehingga kita semua bisa mendapatkan jawaban yang jelas, apakah orang tua pihak perempuan melakukan hal ini karena alasan kemiskinan atau alasan keyakinan dan ideologis.

Dari ketiga hal tersebut, jika sebagian masyarakat kita melakukan hal permisif terhadap kegiatan yang dilakukan oleh para teroris tersebut maka, apa yang telah dilakukan oleh aparat selama ini dengan melakukan penangkapan terhadap sejumlah pelaku teror seolah terlihat tidak berarti. Hal itu karena, persemaian yang dilakukan dalam cultur yang acceptable, akan lebih menjadikan organisasi tersebut lebih survive karena telah berhasi melewati masa – masa kritisnya, sehingga alternatif untuk melakukan rangkaian aksinya akan lebih terpola dibanding sebelumnya.

Pendekatan yang dilakukan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan terhadap para orang tua untuk memberikan edukasi kepada anak – anak bahwa terorisme itu adalah kejahatan kemanusiaan sangatlah tepat. Tetapi disini peran Menteri Pemberdayaan harus lebih didorong untuk dapat masuk ke pesantren – pesantren yang diduga memiliki afiliasi atau persamaan ideologis dengan gerakan Noordin kemudian melakukan pemetaan terhadap pola – pola pernikahan Noordin, yang berdasar temuan lebih banyak dilakukan di pulau Jawa. Bagaimana kondisi berpikir mayoritas perempuan di daerah – daerah yang menjadi tempat untuk melakukan ikatan keluarga. Sehingga mungkin masyarakat di daerah pesisir dapat menjadi prioritas untuk dilakukan terhadap proses ini.

Jika pemahaman terhadap kondisi internal sosio – anthropologi daerah yang menjadi transit para teroris dapat dilakukan, maka akan lebih mudah untuk dapat melakukan counter ideologis dan hal itu akan lebih dapat memaksimalkan pencegahan terhadap perulangan tindakan – tindakan anakis. Dan dapat diawali dari kebutuhan biologis sang teroris sebagai pintu masuk pengungkapan.
Kita segera harus memecahkan teka teki ini, apakah sumber kekuatan Noordin, sehingga tetap bisa melaksanakan operasinya dan menikahi perempuan Indonesia?  Apakah kekuatan uangnya sehingga banyak yang miskin dan bodoh tergoda? Jika ya ! maka kemiskinan dan kebodohanlah yang harus segera diselesaikan pemerintah. Apakah kekuatan idiologis dan keyakinannya sehingga ia didukung banyak pihak dilapangan dan ini sebagai senjata mendapatkan dukungan perlindungan, perkawinan dan mungkin logistik dilapangan. Apakah ada pihak yang kuat dibelakangnya, ada di Indonesia atau diluar negeri? Apakah itu negara atau kelompok?

Selamat berjuang Pak Polisi dan ajakan Kapolri untuk melibatkan masyarakat mari kita tindak lanjuti. Dengan catatan jangan seperti air banjir setelahnya sepi tanpa inti dan hasilnya malahan bencana. Kita serahkan kepada ahlinya kita bantu kondisikan supaya Indonesia semakin membaik.
Jakarta 29 Juli 2009.
Mohamad Chaidir Salamun
Media Analyst Indo Solution

Kamis, 23 Juli 2009

Haruskah Kita Terus Menyalahkan BIN dan Polri ?

Mencermati wawancara dengan mantan Kepala Densus 88, BrigJen Suryadarma Salim, di sebuah stasiun TV selasa malam lalu, yang dengan keyakinan dan berdasarkan pengalamannya selama ini di lapangan, mengatakan bahwa Al Qaeda terlibat di balik peledakan bom di JW Marriot hari Jumat pagi lalu, dari mulai logistik hingga para operator lapangan. Jika berdasarkan fakta yang selama ini ditemukan oleh mantan Kadensus 88 itu, dalam pemaparannya mengenai kondisi geopolitik dan geostrategis Indonesia dalam rangka grand design dari Al Qaeda dalam konteks terorisme global, sangatlah wajar jika organisasi tersebut menjadikan Indonesia sebagai target utama bagi kepentingannya dalam rangka melawan hegemoni barat.

Saya kira jika kita mencermati perjalanan sejarah yang berkembang selama ini, organisasi Al – Qaeda akan tetap ada untuk menjawab tantangan terhadap konlik – konflik yang berkembang, hal tersebut beriringan dengan tantangan negara – negara maju untuk memenuhi kepentingan nasionalnya dengan menggali sumber daya di negara – negara lain. Kejenuhan aksi teror di Asia Selatan dan Timur Tengah dan upaya yang intensif dari pasukan internasional terhadap aksi teror di Afganistan dan Pakistan, menjadikan Indonesia lebih mudah sebagai travel basic bagi organisasi tersebut melalui jaringannya yang lain.

Sementara, Al Qaeda mencari sebuah panggung yang merepresentasikan simbol barat untuk memiliki gaung global yang kuat jika dilakukan letupan, dan sangat mungkin dilakukan dengan jaringan yang masih dapat dipercaya dan masih tetap eksis di Indonesia seperti Jemaah Islamiyah. Hal tersebut didukung oleh kondisi geografis kepulauan Indonesia dimana merupakan celah yang sangat mungkin dilakukannya target operasi teroris, kemudian juga kita masih memiliki persoalan mendasar dalam catatan administrasi kependudukan.

Yang sangat menarik bagi saya adalah pemaparan Bapak Suryadarma mengenai penanganan pasca operasi atau rehabilitasi bagi suspected teroris untuk kembali menjadi masyarakat biasa setelah menjalani masa hukuman. Hal tersebut dapat dikatakan belum menjadi sebuah pola yang sistematis bagi institusi yang berwenang di negara ini dalam penanganan tersangka kasus terorisme. Jika kita mengkedepankan langkah persuasif ( Soft Power ) dalam menghadapi terorisme, tanpa mengkedepankan tindakan represif ( hard power ), saya kira orang – orang yang terlibat dalam aksi – aksi teror akan mau membongkar apa yang diketahui tentang jaringan mereka, jika istri dan anak – anak mereka diperlakukan secara humanis dan memiliki kesamaan persepsi dalam tata nilai ideologi.

Untuk itu, harus dipahami bahwa pola budaya masyarakat kita yang cenderung menerima dengan mudah terhadap proses akulturasi budaya sehingga dapat dikatakan kita memiliki sense of intelligence yang minim, di satu sisi perilaku tersebut menimbulkan sulitnya bagi masyarakat, membantu suspected teroris kembali menjadi masyarakat biasa karena masyarakat belum dapat menerima dampak yang ditimbulkan dari aksi – aksi teror si pelaku serta cara berpikir yang dimiliki oleh invididu yang bersangkutan. hal tersebut perlu digaris bawahi karena, konsep memandang terorisme sebagai sebuah gerakan dengan basis ideologis merupakan hal yang harus dipahami oleh masyarakat kita karena untuk dapat memutuskan jaringan dari gerakan tersebut membutuhkan ketekunan yang cukup alot.

Pola – pola persuasif yang seperti itu saya kira akan cukup efektif untuk dapat membentuk resistensi terhadap pergerakan dari sel – sel jaringan teroris untuk dapat membangun sebuah basis operasinya. Saya kira disini akan tercipta sebuah hubungan simbiosis yang saling menguntungkan, karena peran intelijen akan sangat membantu dan juga terbantu walaupun konteks operasinya yang berbeda akan tetapi sinergi dengan masyarakat terhadap tujuan yang sama, saya kira akan dapat dilakukan jika kita dapat melakukannya dengan baik dengan mekanisme yang sistematis. Luasnya wilayah kita dari Sabang sampai Merauke menunjukan bahwa tidak mungkin jika penanganan untuk sebuah kejahatan yang memiliki akar ideologis dan gerakan secara sistematis hanya mengandalkan BIN dan juga Densus 88.

Kita semua harus berkaca dari tragedi – tragedi jatuhnya pesawat militer yang terjadi beberapa kali, sebagai bukti minimnya anggaran yang dimiliki institusi terkait untuk dapat menyelengarakan sistem pertahanan nasional. Hal ini juga jelas akan dirasakan oleh BIN sebagai lembaga dalam memberikan peringatan dini. Kendala operasional menjadi masalah utama bagi lembaga tersebut dalam menjalankan fungsinya. Artinya bagaimana seorang ” agen rahasia ” menjalankan fungsinya melakukan operasi tertutup jika logistik yang mendukungnya sangat terbatas, sementara dalam dunia mata – mata, dukungan logistik merupakan salah satu jaminan suksesnya suatu operasi yang dijalankan.

Apa yang terjadi di institusi BIN akan sangat mudah diketahui oleh pihak lawan dalam hal ini organisasi teroris, sehingga membangkitkan optimisme bagi lawan terlaksananya operasi teror dengan sukses. Konsentrasi yang terpecah dalam rangka pengamanan pemilu dan dana operasional yang dirasakan cukup terbatas, merupakan kondisi yang harus dipahami oleh kita semua.

Saya kira aparat telah melakukan berbagai langkah antisipasi sehingga tidak ” kecolongan ” namun itu semua perlu dukungan rakyat. Rakyat juga harus perduli  terhadap situasi kemanan di sekitarnya. Walaupun begitu tetap harus dilakukan evaluasi terhadap internal badan intelijen kita dan Polri  sehingga tetap solid dalam melakukan penanganan dari aksi – aksi terorisme.

Jakarta, 22 Juli 2009.
Mohamad Chaidir Salamun
Media Analyst IndoSolution