Minggu, 16 Agustus 2009

Mengukur Efektifitas Media Dalam Membangun Opini Penanganan Terorisme

Setelah keterangan resmi dari pihak Polri yang menyatakan bahwa tersangka teroris yang tewas di Temanggung adalah Ibrohim, banyak pihak menjadi kecewa dan bertanya sebetulnya apa yang terjadi dalam operasi penyergapan yang dilakukan di Temanggung beberapa waktu lalu. Ketika apresiasi masyarakat luas yang ditujukan terhadap Polri karena keberhasilan operasi tersebut berubah menjadi sebuah ironi setelah berbaliknya opini masyarakat terhadap fakta yang ditemukan bahwa Noordin belum tertangkap. Dalam hal ini masyarakat mepertanyakan peran media dalam keakuratannya karena dalam liputan langsung yang dilakukan, dengan begitu yakinnya memastikan bahwa target operasi yang berada di rumah penduduk adalah Noordin M Top.

Saya kira, kita perlu mencermati kembali proses operasi yang dilakukan oleh Densus 88 dan pihak terkait seperti wartawan media televisi yang melakukan siaran langsung, kemudian efektifitas peran media dalam usahanya membangun opini publik untuk membantu penanganan yang dilakukan aparat.

Yang pertama : Saya dapat memahami maksud dari tujuan yang dilakukan oleh pihak Polri. dengan memperbolehkan dilakukannya siaran langsung oleh stasiun TV, masyarakat yang menonton menjadi tegang dan penasaran  ditambah dengan komentar reporter dan presenter bagaimana proses Densus 88 melakukan operasi penyergapan tersebut. Sehingga tingkat kepanikan diharapkan akan terjadi terhadap jaringan – jaringan organisasi Noordin yang tersebar di daerah lainnya dan akan segera mencari informasi faktual untuk memastikan apakah memang sang pemimpin sedang dalam keadaan bahaya. Ketika hal tersebut terjadi maka kemungkinan jalur komunikasi antar sel melalui telepon seluler diharapkan akan terjadi sehingga dapat dilakukan pelacakan dan yang paling minimal, pola – pola jaringan sel Noordin akan lebih mudah terpetakan.

Yang kedua : Setika keraguan mulai muncul bahwa korban tersangka yang tewas adalah bukan Noordin, media televisi banyak melakukan diskusi dengan nara sumber Ex anggota Jemaah Islamiyah mengenai seputar keberadaan, jaringan dan pola operasi yang dilakukan Noordin, menurut pengamatan saya hingga hari ini terkait dengan informasi dari para Ex nara sumber tersebut, dengan tingkat frekuensi serta jumlah nara sumber yang dimunculkan, saya kira, cukup banyak informasi yang dapat diperoleh dari diskusi yang dilakukan oleh stasiun Tv bersama nara sumber dan pengamat, sehingga masyarakat mendapat gambaran dan dapat membuat analisa sendiri mengenai keberadaan jaringan Noordin baik dari sisi pola operasi maupun tujuan dari organisasi tersebut serta kaitan keberadaan jaringan tersebut terhadap kepentingan regional negara asing terhadap Indonesia.

Yang ketiga : Seandainya aparat kita mengalami kesulitan untuk menempatkan anggotanya di jaringan Noordin M Top dalam upayanya mendapatkan informasi dengan tingkat validitas yang tinggi maka hal tersebut dapat diminimalkan dengan sampainya informasi dari para mantan anggota JI melalui diskusi yang dilakukan di Tv, untuk dapat membangun kepekaan masyarakat sebagai bentuk peringatan dini dari upaya tindak kekerasan yang akan dilakukan jaringan Noordin, efektifitas pembangunan opini tersebut terlihat dengan penemuan bahan peledak di Cimahpar bogor, melalui laporan masyarakat.

Yang keempat : Tingkat penanganan yang belum menyentuh akar rumput dapat terlihat dengan mutasi yang sudah terjadi dalam tubuh organisasi Noordin dengan terungkapnya Saefudin Jaelani sebagai perekrut bom bunuh diri kemudian keterlibatan kembali Air Setyawan yang disinyalir akan melakukan aksi teror, hal itu menjadi titik terlemah yang diketahui oleh jaringan Noordin. Peran masyarakat sangat dibutuhkan dalam proses ini, tetapi masyakarat juga memerlukan gambaran nilai – nilai humanisme yang harus ditampilkan sehingga resisten terhadap bibit – bibit kemunculan ideologi jihad. Secara psikologis perlakuan humanis terhadap keluarga teroris akan berpengaruh terhadap pelaku teror lainnya. Hal tersebut juga memacu percepatan pemerintah untuk segera membuat perangkat kontra indoktrinasi penanganan pasca penegakan hukum, sehingga pola yang dilakukan menjadi utuh. Melalui pembangunan opini yang dilakukan oleh media, dapat menjadi jalan tengah untuk memberikan edukasi bagi masyarakat bagaimana melakukan proses tersebut.

Dari poin – poin tersebut, terkait dengan peringatan keras yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia, terhadap reality show penyergapan di Temanggung, karena dianggap menimbulkan demonstration effect sehingga tidak menentunya persepsi publik dan juga dianggap menghambat kinerja Polri, saya tetap mengambil  sisi positif terhadap tayangan – tayangan stasiun Tv tersebut, karena bagaimanapun juga, saya berpikir pihak korporasi stasiun Tv yang bersangkutan telah menjalankan fungsi tanggung jawab  dalam konsep pertahanan dan keamanan nasional.

Kita melihat bagaimana angkatan bersenjata amerika secara berbarengan bahu membahu bekerja sama khususnya dengan stasiun CNN meliput secara langsung serbuan untuk menggulingkan Saddam Husein, yang menelan banyak korban. Dari situ peran media tidak dapat dipisahkan dari hal – hal strategis terkait dengan kepentingan sebuah negara apalagi persoalan pertahanan & keamanan nasional.

Merupakan konsekuensi logis jika media dianggap terlalu jauh dalam melakukan pembentukan opininya, tetapi hal tersebut tidak bisa disalahkan begitu saja kepada pihak media yang bersangkutan karena masih banyaknya kelemahan pemerintah dalam upaya penanganan terorisme.

Yang menjadi persoalan adalah bagaimana untuk menentukan standar prosedur liputan yang beretika dan profesional sehingga keseimbangan pemberitaan tetap terjaga. Karena bagaimanapun juga media harus diikutkan dalam penanganan terorisme yang merupakan kejahatan luar biasa ( Extra Ordinary Crime ).
Terlebih yang tewas dalam operasi tersebut adalah Ibrohim dan bukan Noordin sebagaimana dugaan awal, sehingga saya berharap dari fakta yang terungkap tersebut dan pembangunan opini yang terus dilakukan, masyakat menjadi lebih tergugah dan menyadari potensi bahaya dari kekuatan dan kemampuan jaringan Noordin M Top untuk menjadikan bahwa terorisme ini adalah musuh bersama.
Jakarta, 16 Agustus 2009
Mohamad Chaidir Salamun
Media Analyst IndoSolution