Adalah karakter SBY mungkin yang ada dalam benak
saya dimana isu kudeta dianggap sangat urgent untuk menjadi penutup isu – isu
lain. Hal ini mengingatkan saya terhadap rezim orde baru ketika PKI menjadi isu
yang sangat strategis untuk menutupi kelemahan yang dialami oleh rezim
tersebut. Tetapi apakah isu kudeta tersebut dapat dianggap efektif untuk dapat
meredam lawan – lawan politiknya. Karena menurut nalar logika saya, memerlukan
proses yang ngejelimet bagi seseorang untuk akan melakukan kudeta. Sebagai contoh,
tahun 1997, dengan susah payah dan menuruti panggilan hati nurani, siang dan malam,
Almarhum Letkol Djuanda melatih para aktivis mahasiswa di Jakarta dengan dasar –
dasar intelijen dan pengetahuan kemiliteran tentang perang kota dengan harapan
untuk dapat meminimalkan korban jiwa di kalangan mahasiswa seandainya kejatuhan
Soeharto sudah tidak dapat dihindarkan lagi nantinya. Kondisi ini yang
dipersepsikan sebagai usaha kudeta oleh penguasa ketika itu, karena memang
menjadikan mahasiswa menjadi lebih radikal serta semakin memanaskan situasi di
Ibu Kota ke arah chaos yang tidak terkendali, kesemua itu didasari oleh bentuk
kekecewaan terhadap roda pemerintahan ketika itu dan saat ini kondisi tersebut terjadi
dalam bentuk seperti tidak bisanya pemerintah mengendalikan harga bawang merah
dan bawang putih. Kemudian kita melihat Ratna Sarumpaet, kita tahu wanita ini
adalah aktivis yang begitu concern terhadap persoalan keseharian ibu – ibu
terutama dengan kenaikan harga yang begitu memberatkan kaum ibu, ketika tahun
1997, Ratna Sarumpaet juga melakukan penggalangan aksi terhadap harga susu
murah, karena ketika itu harga susu semakin tidak terjangkau. Hanya bentuk sounding
saja dari Ratna Sarumpaet yang memang sangat berani sehingga rezim orde baru
ketika itu memasukan kedalam daftar aktor yang berpotensi merongrong pemerintah
ketika itu. Tetapi dalam persoalan kudeta tetap saya melihat tokoh tersebut
seolah – olah tidak mendapatkan perhatian khusus dari pengawasan intelijen
karena mungkin sudah dapat terpetakan kemampuan pengorganisirannya. Demikian
juga dengan Adhi Massardi, kendati pernah berstatus sebagai Jubir Presiden yang
bersangkutan juga memang memiliki rasa perhatian yang tinggi terhadap isu – isu
bagi kalangan bawah seperti kenaikan harga bawang merah dan bawang putih, tetapi
bukan berarti memiliki potensi dapat melakukan kudeta secara inkonstusional. Oleh
karena itu, dengan dibenturkannya kedua orang ini dengan negara melalui
informasi intelijen apakah bukan sebaliknya untuk menutupi isu melangitnya
harga bawang. Atau memang sebetulnya itu adalah bagian dari sebuah strategi panjang
pemenangan bagi SBY terhadap pemilu 2014, dimana SBY memiliki pengalaman
memenangkan 2 kali pemilu ?????
Kemarin pagi, saya sempat mengobrol santai dengan
salah seorang senior saya yang memiliki reputasi politik yang cukup mumpuni. Beliau
mengatakan bahwa di tahun 2004 dikala SBY sebelum berhenti menjadi MenkoPolkam,
saat itulah ketika operasi militer Aceh berlangsung, kesempatan untuk
mengumpulkan logistik bagi dana kampanye Demokrat mulai dilakukan dengan
mendompleng operasi militer tersebut sebagai modal awal untuk keikutsertaannya
dalam pemilu untuk pertama kalinya. Momentum ini juga yang menyebabkan Megawati
menjadi sebal terhadap SBY karena perintahnya untuk membereskan persoalan GAM
di Aceh menjadi tidak utuh penyelesaianya. Rasa kekesalan itu mungkin juga dimanfaatkan
oleh SBY ketika emosi Taufik Kemas yang sudah memuncak sehingga dikemas dalam bentuk
Jenderal yang teraniaya. Di sisi lain, Hari Sabarno yang menjabat sebagai
Mendagri, tentunya mengetahui kejadian tersebut tetapi karena dibawah koordinasi
Menko Polkam hal tersebut cenderung menjadi pembiaran. Logika ini mungkin saja
dapat diangkat kembali jika melihat Hari Sabarno terkena kasus korupsi Damkar
dan berakhir di penjara serta menambah panjang rentetan daftar pejabat yang dekat
dengan SBY dan kemudian masuk penjara karena kasus korupsi. Jika betul logika kecurangan
politik itu terjadi, maka dalam 2 kali periode pemilu di 2004 dan 2009 incumbent
menjadikan bahwa kecurangan sistemik adalah syarat mutlak kemenangan pemilu di Indonesia.
Sehingga apakah syarat tersebut akan diberlakukan kembali di 2014, dimana tentu
saja dengan tujuan berbeda bukan dalam bentuk mempertahankan kekuasaan tetapi
mendapatkan kenyamanan setelah berkuasa. Jika dilihat dari data – data kuantitatif
di 2004 dan 2009, sangat logis bila unsur – unsur rekayasa dilakukan oleh
incumbent. Ketika 2004, Demokrat meraih 7,45 % suara dan berada di peringkat 5,
selanjutnya angka kemenangan fantastis diperoleh dalam bentuk 20 % lebih dan
keluar sebagai pemenang di tahun 2009 baca : http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Demokrat
, seandainya jika tidak ada kasus Nazarudin atau prahara Annas, apakah angka
fantastis tersebut akan terus bertambah di 2014? Dan juga jika kita melihat
angka – angka perolehan 10 besar di 2009, cenderung terjadi cluster atau
pengelompokan angka kemenangan yang diperoleh oleh partai – partai. Pengelompokan
tersebut dibutuhkan dalam rangka berkoalasi untuk kelancaran jalannya pemerintahan
jilid II, tentunya hanya sekelas incumbent dengan kualifikasi mantan TNI dan
Kaster yang memiliki logika – logika memainkan papan catur seperti ini. Deksripsi
ini jelas membutuhkan analisis lebih dalam lagi dan berdasarkan instuisi serta data
– data yang dimiliki sebagai syarat pembanding, tetapi sebagai wacana dan untuk
kepentingan penyadaran masyarakat, saya kira tentunya akan lebih baik jika kita
terus dapat memberikan informasi yang obyektif agar kemelekan itu akan terus
terjaga seiring dengan banyaknya kemunculan isu – isu sampah seperti kudeta.
Dari 2 wacana diatas, tidak salah jika saya
sebutkan bahwa saat ini, SBY sedang berada dalam titik kekhawatiran tertingginya,
potensi pengkhianatan dari dalam serta usaha pengeroposan reputasi individunya
disinyalir akan membuat dirinya tidak aman pasca lengsernya menjadi Presiden
nanti. Mengingat saat ini budaya baru dikita adalah pejabat masuk penjara karena
kasus korupsinya setelah mereka berkuasa dan juga beberapa kawan dekat Presiden
yang masuk penjara, secara psikologis memunculkan karma politik karena
kehilangan kekuasaan. Poin ini yang harus dilempar ke masyarakat umum karena
poin inilah yang menjadi acuan bagi incumbent untuk memplot hasil pemilu 2014
demi keselamatan dirinya kelak. Bagaimana logika – logika kecurangan politik
dalam bentuk pengclusteran kemenangan Partai yang akan menguntungkan incumbent
saat ini, bagaimana proses itu akan dilakukan dan siapa dengan siapa yang akan diplot
sebagai pemenang sehingga akan menjamin keamanan incumbent kelak, hal – hal ini
yang harus terus digulirkan obyektifitasnya ke masyarakat.
Hancurnya reputasi Demokrat mungkin akan sedikit
menyulitkan incumbent untuk kembali memenangkan pemilu seperti di 2 event
terdahulu, saya melihat bahwa kepentingan yang paling penting adalah faktor
keselamatan incumbent sehingga seandainya Demokrat harus bubar, itu bukanlah
persoalan krusial, termasuk seandainya Ibas harus masuk penjara jika terbuktir
bersalah. Nah justru ketika Demokrat sedang dalam titik reputasi terendahnya,
berbagai isu – isu deception muncul seperti adanya isu kudeta sehingga
memunculkan mana lawan dan kawan di media cetak. Jika Ratna Sarumpaet dan Adhi
Masardhi tidak bisa diklasifikasikan sebagai aktor berpotensi kudeta, maka tidak
salah juga jika KSAD saat ini, berstatus adik ipar incumbent memiliki potensi
untuk melakukan kudeta Baca : http://www.solopos.com/2013/03/21/pramono-edhie-wibowo-tidak-akan-ada-kudeta-389900,
seolah – olah historis sejarah kerajaan Jawa yang penuh dengan konspirasi sedang
diketengahkan terjadi karena pertarungan orang – orang terdekat dengan penguasa.
Karena dalam konteks kudeta negara, angkatan daratlah yang paling siap jika
memang kondisi tersebut harus dilakukan.
Dan yang terakhir adalah terbakarnya gedung SetNeg,
tentunya polemik akan dengan mudah muncul misalnya penghilangan dokumen kasus
seperti Century dan juga yang terkait keluarga Presiden seperti yang dilaporkan
oleh Yulianis di Koran Sindo, Baca : http://news.liputan6.com/read/541520/adhie-massardi-setneg-terbakar-untuk-amankan-dokumen-century,
sebelumnya rumah orang tua SBY di
Pacitan berantakan di terjang angin putting beliung, Baca : http://www.aktual.co/nusantara/071138rumah-orangtua-sby-hancur-diterjang-angin-puting-beliung,
kalau secara holistik orang melihat ini sebagai suatu peringatan terhadap
incumbent untuk Pemilu 2014 itu syah – syah saja, dengan kejadian alam ini maka
persepsi itu akan semakin kuat jika narasi – narasi diatas dapat dibuktikan secara
nalar yang logis dan obyektif sehingga masyarakat juga dapat memahami kondisi
real yang terjadi bagi pemilu 2014 nanti.
Jakarta, 22 Maret 2013
Mohamad
Chaidir Salamun
Media
Intelligence IndoSolution