Selasa, 28 Desember 2010

Kita Memang Harus Kalah !!!!

Kecewa ! mungkin itulah ungkapan nyata ketika melihat kekalahan Timnas 3 – 0 dari Malaysia kemarin malam. Harapan besar yang diberikan kepada Timnas untuk menang di kandang lawan tidak bisa terwujud ketika kita melihat bagaimana Timnas tidak berkutik untuk dapat mengembangkan permainan dan keluar dari tekanan agar dapat menyamakan kedudukan. Kekecewaan tersebut tidak hanya dari sisi permainan, tetapi juga kita melihat adanya upaya – upaya untuk memecah konsentrasi para pemain kita dengan laser – laser yang diarahkan ke muka pemain kita terutama Markus Horizon dan Firman Utina. Sehingga sebagai bagian dari pencinta bola masyarakat Indonesia, saya turut menyesalkan dengan insiden laser yang terjadi.

Insiden tersebut mengingatkan saya kepada seorang kawan dekat, yang pernah bertemu dengan salah seorang staff PM Malaysia Nadjib Razaq di Jakarta, tanpa basa – basi, kawan saya menanyakan secara tegas mengenai insiden Ambalat, apakah memang ada maksud dari Malaysia untuk berperang dengan Indonesia ? Staff PM Malaysia membantah isu tersebut dan kondisi sebenarnya yang terjadi adalah untuk mengalihkan persoalan intern politik Malaysia karena PM Nadjib Razak sedang dalam sorotan nasional terkait dengan persoalan yang dihadapinya, sehingga membutuhkan isu pengalih untuk bisa keluar dari tekanan politiknya. Dari cerita tersebut, ada dua hal yang saya lihat terhadap kekalahan tadi malam, sepertinya kita memang dikalahkan oleh factor non tekhnis baik yang dilakukan oleh Malaysia ( unsure kesengajaan ) dan juga dari intern PSSI.

Saya mengakui di lapangan Malaysia unggul dalam penguasaan permainan. Tetapi diluar factor itu, Malaysia sangat memahami benar bahwa Timnas sedang dalam tekanan psikologis besar akibat eforia kemenangan Timnas di Jakarta, ancaman untuk melakukan walk out jika sampai ada permainan laser yang menyorot ke wajah pemain kita, dipelajari dan dimanfaatkan betul oleh Malaysia sehingga cukup dengan permainan laser beberapa menit saja, hal tersebut memancing official dan pemain kita seperti Markus Horizon melakukan protes dan walk – out, kemudian dampaknya, hilang sudah konsentrasi para pemain kita untuk menjalankan skema permainan di babak kedua. Sementara ketika fase walk – out berjalan, re-konsolidasi para pemain Malaysia dilakukan untuk mengingatkan terhadap agresifitas mereka di babak kedua. Protes pemain kita menurut saya menjadi titik balik kekalahan ini, walaupun Alfred Reidl secara jantan mengakui mental bertanding anak asuhannya runtuh ketika kesalahan individual dari satu pemain. Terlepas dari obyektif atau tidaknya spekulasi ini, kita mungkin bisa berkaca bagaimana selama ini hubungan Malaysia dengan Indonesia sebut saja yang terkait dengan ketegangan Ambalat atau klaim kepemilikan budaya serta tujuan dibalik ketegangan – ketegangan tersebut.

Kemudian dari intern PSSI, ketika Timnas seharusnya melakukan latihan – latihan kecil atau meeting – meeting internal untuk soliditas tim, kondisi tersebut terganggu oleh jadwal – jadwal yang merupakan agenda tersendiri dari sang Ketua Umum. Timnas seharusnya dalam keadaan steril, tidak dilibatkan dalam momentum – momentum yang hanya akan menambah beban psikologis mereka. Para pemain paham dengan kondisi internal pengurus PSSI pusat, sehingga aroma conflict of interest dibalik kemenangan beruntun timnas mungkin tercium oleh para pemain. Kemudahan akses informasi melalui internet sangat mungkin membawa para pemain Timnas untuk mengetahui dan memahami opini public terhadap safari politik yang dilakukan oleh Nurdin Halid yang membawa Timnas kepada elit – elit yang memiliki peran besar dalam membangun sepakbola di negeri ini, sehingga sangat mungkin muncul interpretasi dari pemain kita sendiri bahwa safari Nurdin Halid sebagai bentuk penunggangan kepentingan bagi kelangsungan kekuasaannya sebagai Ketua Umum. Bisa dibayangkan dampak psikologisnya bagi pemain jika itu terjadi !

Belum lagi ditambah guyuran bonus yang telah diberikan dan dijanjikan kelak jika juara. Jika saya lihat fenomena bonus terhadap pemain – pemain dunia, guyuran uang bonus merupakan hal yang sangat lazim karena mereka sudah terbiasa dengan gaji tinggi dan juga royalty sponsor yang besar sebagai otomatisasi karena skill dan mental mereka yang mumpuni. Sorotan media terhadap bonus yang diberikan serta janji Nurdin Halid terhadap bonus yang lebih tinggi jika dapat memenangkan leg selanjutnya, saya kira menjadi salah satu factor simalakama terhadap kondisi mental pemain. Timnas memang sangat layak dengan bonus yang mereka dapatkan tetapi seharusnya hal ini dimekanisme untuk meminimalkan dampaknya, atau minimal gembar – gembor media mengenai bonus santer didengungkan setelah AFF berakhir.

Kita memang harus kalah ! ungkapan itu mungkin yang dapat saya ungkapkan sebagai pembelajaran selanjutnya bagi perkembangan sepakbola kita. Refleksi bagi insane di tanah air untuk terus mensupervisi kinerja PSSI agar dapat memperlakukan Timnas secara professional menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua. Kekalahan 3 – 0 dari Malaysia, harus diakui bahwa kita belum siap untuk menjadi kampiun minimal di level ASEAN.

Sepakbola adalah sesuatu yang unik, dimana bisa menghilangkan perbedaan baik negara maupun antar bangsa. Tetapi visi itu, sepertinya baru berlaku di tatanan bawah, di tingkat elit, sepakbola dengan eforia kemenangan Timnas masih menjadi komoditas politik untuk dapat mempertahankan legitimasi. Terlebih pelajaran berharga tersebut didapat dari Malaysia melalui terror laser yang notabene merupakan negerinya Noordin M Top dan DR Azahari, maestro terror di Indonesia. Semoga El – Loco Cs dapat membalikan keadaan dan memenangkan AFF ini di leg berikutnya di Jakarta.

Jakarta, 27 Desember 2010
Mohamad Chaidir Salamun
Peneliti Radikalisme – Terorisme IndoSolution

Jumat, 24 Desember 2010

Soroskah di Balik Wikileaks ?

Heboh laman wikielaks yang masih terus berlanjut hingga hari ini, masih terus memunculkan polemik mengenai tujuan dari laman pembocoran kawat tersebut. Spekulasi keterlibatan George Soros serta operasi kontra intelijen AS berada dibelakang Julian Assange memunculkan gambaran baru terhadap tujuan dari laman tersebut. Walaupun semuanya adalah masih spekulasi, tetapi jika kita melihat actor – actor di lingkaran dalam Julian Assange, affiliasinya terhadap George Soros baik dalam bentuk korporasi maupun yayasannya jelas terlihat. Sebut saja Ben Laurie, yang pernah menjadi programmer Google dimana portal tersebut terikat kerjasama dengan Badan Keamanan AS ( NSA ), kemudian Xiao Qiang yang merupakan mantan aktivis tragedy Tiananmen merupakan komentator di Free Asia yang kepemilikannya terdapat George Soros. Serta pengacara Assange yang bekerja di Open Society yang merupakan yayasan yang dimiliki Soros ( Jurnal Nasional, 22/12/2010 ).

Fenomena wikileaks yang disebut – sebut sebagai bencana intelijen harus diakui mengubah secara fundamental dan revolusioner tentang konsep transparansi informasi serta tatanan diplomasi internasional, hal yang sama dialami oleh kita pada pertengahan 1997 dimana kita memiliki kenangan pahit yang menjadi pelajaran sangat berharga, permainan Soros connection ketika itu merupakan pemicu krisis moneter yang berlanjut menjadi krisis multidimensi ( walaupun  banyak factor pengebab ), merubah secara revolusioner tatanan fundamental negeri ini disegala aspek termasuk transparansi yang dianggap merupakan roh demokrasi. Secara prinsip dengan apa yang menjadi tujuan wikileaks serta tindak tanduknya ada kesamaan pola dengan apa yang terjadi di Indonesia melalui Soros Connection ketika 1997 serta dampaknya. Fakta – fakta lain yang dapat dijadikan perbandingan adalah ketika Bosnia melakukan pemulihannya pasca perang, yayasan Soros sangat berperan dalam membantu keuangan negara tersebut serta membantu pembentukan media massa di negeri itu yang menggiring masyarakatnya ke arah sudut pandang kebebasan dan sekularisme, dimana merupakan ideology yang selalu disampaikan dalam setiap pidatonya ( Soros ) di seluruh dunia ( islamiyah.wordpress.com ). Sehingga sangat logis jika  ada pengamat intelijen yang menyebut fenomena wikilekas ini juga merupakan bagian dari pola kontra intelijen AS terhadap kejahatan yang dilakukannya terutama di Timur Tengah.

Legitimasi yang diberikan Joe Biden terhadap Assange sebagai Teroris Cyber bisa jadi merupakan agenda public untuk mengalihkan isu menggeser radikalisme – terorisme dipermukaan menjadi cyber terorisme. Isu terorisme yang merupakan isu peradaban yang sudah berjalan hampir 1 dekade dinilai sudah mendekati titik jenuh karena selama ini eksistensi Osama bin Laden yang didorong sebagai pangeran konflik pasca perang dingin, tidak pernah terbukti apakah dia terlibat dalam tragedy WTC ataupun dia memang masih hidup seperti yang diberitakan selama ini. Sementara Hillary Clinton menyebut fenomena ini merupakan sabotase secara halus, maka membentuk opini dalam melihat Amerika sebagai negara yang paling terdampak dari bocoran wikileaks. Akan tetapi dalam konteks pengecohan intelijen  ( deception ) ini adalah sebuah realita terbalik yang diharapkan, dimana ketika kejahatan Amerika di Timur Tengah ( Irak ) secara gamblang diperlihatkan melalui video yang disebut – sebut sangat valid keasliannya, disitu ada upaya penghapusan dosa kejahatan perang secara halus, artinya Amerika melalui tayangan video tersebut mengakui bahwa memang melakukan kejahatan tersebut dan mengandung pesan agar resistensi masyarakat internasional terhadap insiden – insiden kemanusiaan yang terjadi di Irak tidak berdampak luas terhadap hubungan Amerika dengan negara – negara muslim di Timur Tengah bagi kepentingannya kedepan. Informasi kawat mengenai dunia arab baik seputar kehidupan pribadi seperti pesta dugem kalangan jetset keluarga kerajaan arab atau kebijakan Arab yang ternyata menjadi kawan dekat Israel dalam hal kepentingannya terhadap Iran. Memiliki 2 maksud, yang pertama : Isu dugem, merupakan agitasi terhadap Cina bahwa Arab sudah terhelenisasi oleh demokrasi dan liberalismenya Amerika. Yang kedua, bocoran kebijakan Arab terhadap Iran menjadikan posisi Israel menjadi menjadi luput dari perhatian dalam konteks konflik Arab – Israel.

Jika benar Soros terlibat dalam sepak terjang wikileak, maka perubahan secara fundamental diprediksi akan terjadi dalam waktu yang tidak lama sehingga muncul lagi pertanyaan dikawasan mana yang akan menjadi target perubahan atau paling terdampak dari fenomena wikilieaks ini. Perubahan pemerintahan suatu neg0ara jelas akan berpengaruh terhadap aliran modal di negeri tersebut, apalagi jika perubahannya terjadi dalam sebuah kawasan. Amerika sedang dalam titik kebangkrutan ekonomi karena 2 perang besarnya di Afganistan serta Irak selain penipu – penipu kakap sekelas Bernard Madoff juga ikut memperparah perekonomian negeri tersebut. kondisi keuangan AS yang sudah jauh lebih parah dari Yunani sangat membutuhkan langkah – langkah yang radikal. Sehingga apakah dengan wikileaks ini akan menjadi jubah baru Amerika dalam melakukan penguasaan ekonomi sebuah kawasan melalui terorisme cyber sebagaimana yang mereka lakukan terhadap Irak dan Afganistan dengan tragedy wtc sebagai jubahnya.

Ketika semuanya masih spekulasi ( George Soros ) terhadap isu keterlibatannya, tidak ada salahnya kita melakukan tindakan preventive dan mendukung Bapak Presiden SBY terhadap upaya untuk berhati – hati dari perkembangan isu yang dikeluarkan oleh wikileaks.  Sejauh ini kita masih resisten terhadap isu – isu yang muncul dan belum ada goncangan politik yang berarti karena bocoran kawat tersebut. Tetapi walaupun demikian, spekulasi terhadap informasi Soros connection yang terlibat dibalik peristiwa ini harus dicermati secara mendalam mengingat kita sangat merasakan dampak negative yang timbul karena ketidaksiapan kita terhadap aksi – aksi Soros Connection di Asia Tenggara. Jangan lupakan kondisi saat ini terhadap pengalaman yang sudah terjadi.

Mohamad Chaidir Salamun
Jakarta, 23 Desember 2010
Peneliti Radikalisme – Terorisme IndoSolution

Rabu, 09 Juni 2010

Pesan Perlawanan Terhadap Bangsa Yahudi

Dalam beberapa hari terakhir ini, media nasional begitu gencarnya menampilkan pemberitaan mengenai insiden Mavi Marmara sehingga agenda setting media berhasil mengajak khalayak dalam menyimak kebrutalan tentara Israel dengan tindak kekerasannya yang menunjukan nalurinya sebagai Negara buffer state di Timur Tengah dalam upaya  menegakan nilai – nilai doktrin leluhurnya sebagai Negara yang berdaulat menurut kitab suci mereka.

Dampak psikologis yang paling sederhana dari keberhasilan agenda public media adalah bergeloranya kembali semangat antisemit masyarakat internasional yang ditujukan terhadap masyarakat di wilayah tersebut serta semakin menguatnya dukungan terhadap kedaulatan Palestina. Kemudian munculnya pertentangan terhadap aksi – aksi yang dilakukan oleh Israel terhadap 1,5 juta msyarakat di Gaza yang tidak mendapatkan dukungan kemanusiaan akibat blockade yang dilakukan Israel.

Ada satu hal yang saya garis bawahi terhadap tindakan brutal Israel yang dilakukan secara frekuentif dalam menjaga eksistensi dan tujuan bangsanya. Terlepas dari peran agen – agen Mossad di Negara tersebut dalam melakukan operasi tertutupnya.

Jika dilihat dari perjalanan bangsa tersebut ( Israel ), secara eksplisit memang memiliki hak untuk melakukan tindak kekerasan terhadap Palestina yang notabene melawan traktat – traktat internasional PBB. Kondisi Yahudi yang terpisah akibat proses diaspora di masa lampau, membutuhkan sebuah tempat yang kondusif terhadap eksistensi ideology mereka di suatu tempat ( Yerusallem ) yang telah dijanjikan selama ribuan tahun dalam kitab suci mereka. Disini menjadi kebutuhan terhadap Yahudi sebagai sebuah entitas baik secara global maupun local ( di wilayah Israel ) untuk proses ritual dalam rangka mempertahankan eksitensi mereka. Disamping itu, pemahaman mereka terhadap Talmud sebagai sebuah isme menjadi pengikat mereka terhadap proses – proses diaspora yang mereka lakukan. Artinya disini ada kesan terhadap “ act local think global “ sehingga jika terjadi tindak anarkisme yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina, seolah – olah selalu ada legitimisasi dari barat, meski seperti dalam insiden Marvi Marmara, barat mengecam tindakan yang dilakukan Israel.

Bangsa Israel, jika dilihat dari tatanan Sosio – Anthorpologis perjalanannya, tidak lebih hanya sebuah komunitas yang dalam konteks social pyramid global keyahudian menempati strata golongan terbawah atau sudra. Mereka merupakan kumpulan massal yang bermigrasi dari wilayah – wilayah konflik dan tidak ingin lepas dari doktrin wahyu di bukit zion. Dalam tingkat pola pikir tertentu, mereka tidak memiliki peranan penting sebagaimana lazimnya tokoh – tokoh Yahudi diaspora yang mempengaruhi jalannya ilmu pengetahuan dan juga sosial budaya peradaban.

Dalam hal ini juga harus dilihat sisi nasionalisme bangsa Arab yang sebetulnya memiliki nilai hitoris yang luar biasa. Sejarah mencatat aneksasi dari Alexander The Great, tentara Abrahah, pasukan Tartar, kesemuanya menemui kegagalan dalam aneksasinya di jazirah arab. Sementara bangsa Yahudi dapat masuk ke Arab ketika momentum penghancuran kuil di Yerusalem pada abad I masehi oleh Raja Titus, sehingga dalam statusnya sebagai pengungsi, mereka dapat diterima oleh masyarakat Arab dan berakulturasi dimana Arab menerima nilai – nilai kebudayaan Bangsa Yahudi yang memang sangat dibutuhkan oleh Bangsa Arab dalam pengembangan peradabannya ketika itu. Sehingga kebergantungan bangsa – bangsa yang didiami oleh Yahudi terhadap keberadaan Yahudi sangat dirasakan. Katakanlah kondisi saat ini dimana ras kuning yang sedang berada di ujung tanduk akibat ketegangan di semenanjung Korea. Dan juga krisis keuangan yang melanda Eropa dimana dalam menjawab persoalannya masih membutuhkan tangan – tangan dingin dari peran Yahudi diaspora.

Karena tidak adanya tekanan politis dari Arab, menjadi sebuah entry point dalam menjadikan Israel dan Palestina sebagai Negara penyangga untuk tetap memelihara konflik di timur tengah. Sehingga kelunturan nasionalisme Arab saat ini, merupakan konsekuensi logis bukan hanya karena pengaruh rayap – rayap korporasi barat terhadap sumber daya alam di wilayah tersebut, tetapi juga harus melihat kebelakang bagaimana proses akulturasi bangsa Yahudi di jazirah Arab.

Dari kondisi ini, dimana titik pijak untuk dapat melakukan perlawanan secara efektif terhadap hegemoni yang diagendakan dalam konflik Israel dan Palestina ? apakah dengan melakukan demontsrasi mengutuk kebiadaban pola yang dilakukan Israel dapat menyelesaikan masalah dan juga mobilisasi global bangsa Indonesia kepada Negara – negara OKI terhadap agresi Israel di kapal Mavi Marmara dan juga blockade Gaza dapat mengurangi hegemoni rantai Yahudi yang begitu mendunia ?

Memahami secara utuh bangsa Yahudi baik dari sisi ras maupun keturunan bangsa tersebut, menurut saya menjadi salah satu cara efektif untuk dapat melawan hegemoni yang panjang selama 4000 sehingga secara sistematis kita dapat memiliki kunci – kunci jawaban terhadap bagaimana mereka bisa bertahan dari kondisi kritis yang mengancam terhadap kepunahan eksistensi mereka. Kemudian memahami pola survival of the fittest mereka akan menuntun terhadap apa yang menjadi tujuan mereka di pentas peradaban ini dalam konteks klaim mereka sebagai bangsa pilhan tuhan.

Ojektivitas terhadap pemahaman Yahudi sebagai sebuah bangsa dan ras dapat terlihat jika dilihat dari sudut yang terbalik terhadap tindak – tanduk mereka, seperti aksi yang dilakukan di kapal Mavi Marmara dimana masyarakat internasional mengutuk aksi tersebut, munculnya ancaman dari Turki yang akan meninjau kembali hubungan bilateralnya dengan Israel. Apa bukan ! kondisi ini juga yang diharapkan oleh Yahudi yang secara “ master mind “ mengharapkan perubahan yang akan menggeser kembali peta politik di timur tengah yang saat ini sedang dalam titik jenuhnya pasca konflik di Irak ? sehingga harus dicermati jika sampai terjadi hal – hal yang berdampak negative terhadap eksistensi mereka, disitulah terdapat agenda besar yang ingin dituju bagi mereka.

Yang terakhir dan menurut saya ini menjadi yang paling prinsip yang harus diketahui kita, bangsa Yahudi mengetahui sampai sejauh mana otoritas ruang dan waktu yang diberikan “ Sang Pencipta “ terhadap sepak terjangnya di dunia ini, sehingga apa yang selama ini disembunyikan oleh mereka itulah yang menjadikan massal manusia menjadi hidup dalam sebuah pertarungan yang tidak memahami titik pangkal penyelesaiannya. Manusia dituntun hidup berdasarkan sebab akibat terhadap persoalan yang dihadapinya sehingga menipiskan sudut sang pencipta sebagai creator kebudayaan dan semesta alam. Jika ini sampai terlupakan, sampai dimanapun perjuangan kita untuk dapat melawan pengaruh mereka ( Yahudi ), tidak akan pernah memberikan dampak apa – apa. Sehingga pikiran dan hati yang jernih serta mengimplementasikan tata nilai yang didapat melalui ilham dari sang pencipta menjadi benteng yang paling tangguh dalam menghadang pengaruh tata nilai diasporanisme Yahudi. Disamping cara – cara lain yang dianggap lebih represif untuk menunjukan identitas bangsa Indonesia dalam pergaulan dunia.

Jakarta, 08 Juni 2010
Mohamad Chaidir Salamun
Media Analyst IndoSolution