Senin, 29 September 2008

KETERAMPILAN HIDUP VS TEKNOLOGI (dalam mencapai sebuah kesejahteraan)


            Umumnya, saat ini masalah kita adalah komplikasi dari : (1), Kemiskinan lebih dari 50 %. (2), Pendidikan tidak memiliki visi yang utuh. (3), Pertumbuhan lapangan kerja yang kecil (4), Kreativitas manusia masih rendah.
Diperlukan empati dan tanggung jawab dari setiap warga bangsa untuk mencegah perkembangan sosial budaya masyarakat akan terjadinya bencana   Generasi yang Hilang “. 
Kalau tidak, mungkin saja sejarah Bangsa Indonesia berakhir atau diserahkan kepada bangsa lain.  Peradaban Indian pada akhirnya diserahkan kepada Bangsa Eropa karena kelemahan sumber daya manusia, atau peradaban Mesopotamia yang hancur secara perlahan akibat salah urus manajemen bangsa, serta peradaban Aad dan Tsamud yang sangat tinggi di Babilonia Lama hilang seketika karena bencana alam yang maha dahsyat.  Bahkan peradaban Romawi, Yunani dan Persia saat ini hanya tinggal kenangan dalam inspisari kesenian saja.
Sebaliknya ada peradaban yang tetap eksis dalam waktu lebih dari 4.000 tahun. India dan sekitarnya sebagai derivat peradaban Persia Lama, kulit kuning Cina, Jepang dan Korea. Peradaban Yahudi dapat hidup secara diaspora tanpa perlu teritorial karena berbentuk alam pikiran dan melekat pada perjalanan sejarah dunia.  Mengapa bisa demikian, mungkinkah karena mereka mengerti kehidupan ini secara paripurna ?.
Kembali kepada permasalahan Bangsa Indonesia, atas dasar empati serta tanggung jawab setiap dari kita harus menyadari akar permasalahan.
Hasil identifikasi memberikan dua dari sekian banyak indikasi adalah bahwa :
1.        Akar permasalahan mendasar adalah seumumnya masyarakat tidak memahami konstruksi hidup. 
2.        Akar permasalahan teknis adalah kurangnya keterampilan hidup (life skills) masyarakat sebagai akibat dari tidak pahamnya tujuan keterampilan hidup dan hidup itu sendiri.
Pemahaman mengenai konstruksi hidup adalah mengerti koordinat hidup manusia terhadap eksistensi Allah sebagai Sang Pencipta, keseimbangan alam, patron kehidupan yang dianggap sahih, dan kebudayaan.  Konstruksi hidup yang hakiki bukan bentuk aktualisasi diri tetapi bentuk peleburan diri kedalam eksistensi Allah.  Wacana ini tidak akan dibahas lebih jauh disini.
Akar permasalahan teknis yakni keterampilan hidup lebih diartikan kepada keahlian yang dapat menghasilkan uang, secara sederhana uang merupakan hasil akhir.
Pandangan yang konstruktif adalah menempatkan keterampilan hidup sebagai perangkat teknis budaya yang harus dimiliki suatu bangsa untuk mengelola seluruh sumber daya nya, “uang“ hanya sebagai alat tukar pada keseluruhan proses pengelolaan sumber daya, dan bukan hasil akhir. 
Sejatinya keterampilan hidup mendasar adalah kemampuan mengelola sumber daya tumbuhan dan hewani serta mineral menjadi sumber yang antara pemanenan dan kehidupan harus tetap berjalan seimbang. 
Sebagai satu contoh adalah bagaimana kita mengartikan eksistensi beberapa varietas lokal pada tanaman padi pada satu daerah ?
Apabila kita menanam padi varietas lokal pada satu wilayah secara bergiliran diantara varietas tersebut, maka tanaman padi tersebut tidak membutuhkan pupuk diluar ekosistem padi tersebut karena sudah terdesain bahwa padi varietas lokal dapat tumbuh dalam ekosistem tertutup antara tanah dan tanaman. 
Allah juga mendesain redistribusi panenan kepada mahluk hidup lain, untuk keperluan rantai makanan dan sebagainya serta komunitas manusia disekeliling areal panenan. Minimal 10 % dari panenan harus diserahkan kepada Allah untuk kesetimbangan alam melalui zakat pertanian, dan jatah bagi mahluk hidup lain.
Hasilnya, tingkat populasi serangga, bakteri dan virus yang dianggap sebagai hama dan penyakit dapat terkendali karena populasi predator yang seimbang.
Munculnya masalah, dengan alasan menjaga kelangsungan suplai pangan oleh pihak tertentu diintroduksikan suatu varietas padi baru hasil rekayasa teknologi yang dijanjikan memberikan panen melimpah.
Hal tersebut dipastikan tidak akan compatible dengan kondisi lokal, sehingga dibutuhkan introduksi pupuk tambahan (buatan) dan proteksi tanaman untuk melindungi janji produksi yang tinggi.  Artinya akan tumbuh suatu industri benih dan industri pupuk, serta industri proteksi tanaman. 
Satu segi industri pupuk, proteksi tanaman dan benih tumbuh, tetapi disisi lain keseimbangan fisik-kimia tanah dirusak, memunculkan kerentanan tanaman, efek residu pestisida yang berdampak kepada penurunan derajat kesehatan masyarakat dan serangga terpaksa harus melakukan mutasi.  
Ketergantungan ongkos produksi kepada harga sarana pupuk, benih dan pestisida.  Yang ketiganya dihasilkan oleh industri yang berskala raksasa. Kelahiran suatu industri bukan karena sebuah niat baik untuk keseimbangan hidup, tetapi bagaimana “mengembang biakkan” modal tanpa mengenal batas negara dan norma kehidupan, tanpa ikut menjaga kesetimbangan alam.  Industri sarana pertanian tumbuh bukan karena hendak melindungi budaya pertanian, tetapi pemilik modal memilih lokasi pengembang biakan uang di sektor pertanian.
Petani sering merugi karena over supply, terutama pada komoditi mata dagangan dunia seperti jagung dan lain-lain.
Pada segi lain tata ruang diperkosa, tanaman pangan karena rasio lahan pertanian mengecil maka harus berproduksi berlebih melebihi kemampuan alamiahnya, padahal sejak awal Allah tidak mendesain demikian.
Keterampilan hidup bukan suatu dialektika “ problem – problem solving “ melalui suatu teknologi.  Allah tidak pernah menciptakan “masalah“ bagi manusia.  Tetapi manusia secara gegabah melakukan penilaian subjektif kepada sistem milik Allah untuk dikategorikan sebagai “masalah“, lalu dicari solusi atas masalah tersebut. Dengan kepentingan ingin mengambil keuntungan dalam lingkaran setan “problem – problem solving“ yang diciptakannya.  Membentuk ekosistem tandingan yaitu “industri“ yang kelewat batas, dimana dia berada pada top piramida perputaran modal industri tersebut sebagai pemangsa akhir.
Keterampilan hidup adalah proses mengerahkan seluruh daya, kreativitas, waktu, dedikasi untuk mengelola sistem yang diciptakan Allah agar setimbang dan tetap dapat dipanen oleh manusia menurut yang diinginkan oleh Allah.
Apabila seseorang memiliki life skills pada ruang konstruksi hidup yang hakiki, akan mudah baginya menentukan tingkat peranannya bagi masyarakat dan berbagai ukuran lainnya. Akan mudah baginya untuk sampai pada suatu kehidupan penuh kesejahteraan.
Kesejahteraan tidak identik dengan kekayaan, kemegahan dan sesuatu yang serba ada. …. bukan …., bukan itu ! Bagaimana mencapai kesejahteraan melalui keterampilan hidup yang konstruksif …?.  Mari kita tanyakan kepada Ibu Kandung Kebudayaan … yakni … Pendidikan !
Pendidikan yang mampu menerjemahkan Visi dan Misi Allah dalam menciptakan kehidupan ini sehingga fungsional bagi manusia sebagai mahluk alternatif, mahluk budaya, bukan mahluk biologis.  Mampu mengeluarkan masyarakat dari komplikasi hidup yang disebut di awal tulisan.

Jakarta, 28 September 2008
Mohamad Chaidir Salamun
                                                                                                      Media Analyst IndoSolution

Tidak ada komentar:

Posting Komentar