Kekalahan Effendi Simbolon dalam Pilgub Sumatera Utara dan juga Rieke Dyah
Pitaloka di Jabar tidak lepas dari sorotan bagaimana PDIP mencoba
peruntungannya untuk menggunakan Jokowi dalam proses pilkada tersebut agar
dapat mengulang sukses seperti di Jakarta. Majunya Jokowi untuk berkampanye
dalam konteks kawan separtai ternyata tidak dapat membantu secara signifikan untuk
dapat meraih suara bagi kedua kandidat tersebut. Hal tersebut tentunya semakin
menguatkan kata hati saya bahwa kemenangan Jokowi di Pilkada DKI kemarin adalah
bukan karena magnet kepemimpinannhya yang kuat, tetapi karena sudah tidak
maunya warga Jakarta untuk dipimpin oleh Foke kembali. Di sisi lain, majunya
Ahok sebagai figur pendamping Jokowi yang notabene seorang Nasrani – China juga
akan memunculkan fenomena kepemimpinan yang dipimpin oleh figure yang berasal
dari suku serta agama tersebut. Hal ini saya ungkap bukan bermaksud untuk
menyentil “ SARASINISME “ dalam
opini yang sedang dibangun tetapi ada perkembangan yang secara implisit tidak
tertangkap oleh publik bahwa ada kepentingan besar dibalik pertarungan antara
Barat dan Timur terhadap legitimasi pertarungan kepemimpinan Indonesia di tahun
2014 nanti. Dan hal tersebut sudah secara sistematis terbangun dengan mulainya
bermunculan pemimpin China dan Nasrasni dalam peta politik Indonesia di daerah –
daerah melalui proses Pilkada terlebih dengan kemenangan Ahok sebagai
pendamping Jokowi.
Katakanlah ketika
berlangsung demo buruh secara radikal beberapa waktu lalu , dimana framing media
yang menurut pengamatan saya sangat memihak terhadap buruh melalui statement – statement
pemerintah serta mencoba menarik pengusaha untuk bertarung di ruang publik berakhir
dengan dikabulkannya tuntutan kaum buruh terhadap kenaikan UMR hal ini
memunculkan persoalan baru dimana para pengusaha yang keberatan terhadap
kenaikan tersebut meminta penundaan kenaikan UMR tersebut. Hal tersebut
direspon oleh pemerintah melalui Iqbal sebagai pentolan kaum buruh dalam hal
ini dipersilahkan bagi pengusaha untuk merelokasi usahanya ke daerah yang masih
murah upahnya agar pemerintah tetap dapat menjalankan regulasinya bagi
kepentingan kaum pekerja. Statement ini tentunya sangat politis dan sangat
mungkin tertitip agenda besar bagi kepentingan investasi di sebuah kawasan usaha
seperti di Cikarang, bagaimana kedepannya jika relokasi jadi dilakukan oleh
pengusaha. Tentunya sangat tidak mungkin kawasan bergengsi seperti Cikarang
dibiarkan menjadi lahan tidak produktif karena ditinggal relolasi. Maka sangat logis
sekali jika reputasinya semakin ditingkatkan menjadi kawasan yang super elit
bagi kalangan tertentu yang dapat menentukan arah investasi di negeri ini. Inilah
yang menjadi pertanyaan ? apakah kelanjutan investasi di kawasan tersebut akan
diisi oleh Timur ( China ) atau Barat melalui aneksasi penguasaan perusahaan
tambang misalnya seperti Rotschild.
Saya mencoba
mengkaitkan fenomena tersebut dengan beberapa kemenangan pemimpin yang berasal
dari China dan Nasrani dalam beberapa Pilkada di Indonesia seperti kemenangan
Ahok. Di beberapa daerah kemenangan tersebut dikuasai oleh pemimpin yang
berasal dari China – Nasrani maka dengan kemenangan tersebut, melalui tekanan
dari bawah tentunya akan semakin menguatkan bahwa di Pilpres 2014 minimal
potensi wakil Presiden nanti sangat mungkin berasal dari China Nasrani. Masuknya
Hari Tanoe di Hanura menambah tajam sorot mata Wiranto dalam memasuki pertarungan
Presiden di 2014, sehingga jika Hari Tanoe muncul sebagai Wakil Presiden
mendampingi Wiranto maka legitimasi
tentara akan terseret kearah Wiranto dengan memanfaatkan reputasi SBY yang
sedang terpuruk dan tentunya akan terbagi dua antara Wiranto dan Prabowo sebagai
pertarungan di kalangan tentara dengan asumsi bahwa tidak ada pensiunan lain
yang mencalonkan.
Jika benar
konstalasi ini yang berkembang saya kira harus dilihat urgensi terhadap baik –
buruknya terhadap kehidupan bangsa ini dimasa depan. Oleh karena itu pemimpin
atau capres seperti Prabowo tentunya sangat tidak diharapkan memimpin Indonesia
jika kebijakannya tidak pro terhadap etnis pengusaha elit China di 2014 nanti, duri
dalam daging itu terus ditanam seperti munculnya kasus penangkapan Hercules
sebagai kerikil reputasi bagi Prabowo dimana Hercules disebut – sebut sebagai salah
satu penjamin kemenangan Jokowi dalam Pilkada lalu dengan penempatan pasukannya
sebagai pengawas pada saat perhitungan suara. Kemudian model pemimpin seperti
Aburizal Bakrie yang sudah habis – habisan bertarung melawan Rotcshild saya
kira harus mendapat perhatian dan apresiasi besar bahwa ternyata yahudi dapat
dilawan dengan keyakinan yang tulus dan nasionalisme tetapi disisi lain juga yang
bersangkutan sebagai pengusaha kakap jika dapat menjadi Presiden RI, dianggap
dapat merubah peta pengusaha di Indonesia melalui regulasinya oleh karena itu hal
tersebut dapat tidak menguntungkan bagi elit pengusaha China connection
terhadap keberlangsungan usahanya nanti. Gonjang – ganjing elektabilitas
Aburizal Bakrie di masyarakat dan Partai Golkar sebagai RI 1 saya kira juga
tidak terlepas dari pengaruh kepentingan dibalik ini.
Keunikan yang
muncul terhadap kepemimpinan di 2014 nanti menunjukan adanya kekacauan kepercayaan
di tatanan masyarakat terhadap kondisi di elit dengan berbagai kasus korupsi
yang melibatkan para elit dan memang saat ini, negeri ini sedang kacau. Hal itu
berbeda di tahun 99 yang memunculkan calon Habibie dan Non-Habibie, kemudian di
2004 yang memunculkan calon Mega, SBY dan Wiranto serta di 2009 dengan SBY
sebagai calon tunggal. Di 2014 yang tinggal setahun lagi, saya melihat seolah –
oleh potensi kepemimpinan di 2014 nanti, ada yang menggiring secara sistematis
terhadap kepentingan blok tertentu yang mengarah ke timur ( China ), test case
yang dilakukan oleh Jokowi di Jawa Barat dan Sumatera Utara baru – baru ini
dapat diindikasikan sebagai penjajagan terhadap kemungkinannya yang
bersangkutan jika dilamar menjadi Wapres 2014 nanti. Tetapi saya lebih melihat
jika Jokowi sampai maju maka Ahok yang menggantikannya akan semakin membuktikan
hipotesis terhadap design bahwa pemimpin dari tatanan China dan Nasrani sangat
dipaksakan saat ini untuk mendapatkan legitimasi terhadap kemudahan
investasinya di Indonesia.
Terkait dengan
konspirasi di balik demo buruh diatas, Hatta Rajasa menurut saya adalah orang
yang paling bertanggung jawab terhadap keluarnya statement Iqbal tersebut, dan
yang paling logis adalah dengan menarik Jokowi sebagai wapresnya jika Hatta
sampai maju sebagai Presiden maka dengan suplai logistik dari pengusaha –
pengusaha elit China dapat dikucurkan tentunya dengan adanya konsesi penguasaan
lahan di Cikarang seandainya terjadi eksodus relokasi bagi pengusaha di daerah
tersebut ( logika ini masih debatable ).
Sekali lagi,
tulisan ini bukanlah untuk bermaksud sebagai bentuk “ SARASINISME “ tetapi, saya
hanya mencoba untuk bertukar pikiran dalam bentuk pencerahan dimana ketika semua mata sibuk terhadap kasus –
kasus korupsi dan rusaknya Partai Demokrat serta pencitraan SBY atau blusukannya
Jokowi, saya kira kita semua harus tetap memperhatikan perkembangan yang
terjadi kemudian menganalisanya serta harus diinformasikan secara transparan
dalam bentuk opini publik sehingga masyarakat mendapat informasi yang lebih obyektif
dalan menentukan sikapnya terhadap perkembangan politik melalui isu – isu yang
dibangun oleh elit – elit kita saat ini.
Jakarta, 10 Maret 2013.
Mohamad Chaidir Salamun
Media Intelligence IndoSolution.
Kekalahan Rieke di Jabar dan Efendi di Sumut lebih kepada masalah internal Partai termasuk yg akan terjadi di Jateng (prediksi pribadi-red), Jokowi hanya dijadikan simbol perubahan oleh PDI Perjuangan dan cukup efektif dengan meningkatkan elektabilitas suara Rieke dan Efendi dari posisi 3 ke posisi runner up. Dan perlu diingat bahwa yg mengalahkan mereka adalah incumbent.
BalasHapusKemenangan Jokowi lebih kepada faktor Mobnas (kiat esemka) yg mampu menjadi pembangkit rasa Nasionalisme ditengah kejenuhan akan produk luar, hal ini juga pernah kita rasakan ketika BJ. Habibie meluncurkan Gatot Kacanya.
Terkait Ahok hanyalah bagian dari drama politik dimana beliau dikenal berani dan pro rakyat ketika menjadi Bupati Bangka Belitung, untuk pengusaha dari negara manapun pasti mencari upah kerja yg murah, termasuk di China upah kerja mereka lebih murah dari Indonesia, jd tdk ada jaminan bila pengusaha China mau masuk dan menelan upah kerja yg tinggi.