Jumat, 26 Juni 2009

Bercermin Dari Krisis Politik Iran

Krisis politik yang sedang terjadi di Iran dan berlangsung hingga hari ini, menarik untuk dicermati oleh bangsa Indonesia sebagai sesama bangsa muslim dalam menghadapi tantangan bangsa ini di masa mendatang. Kita memiliki perbedaan yang mendasar dengan bangsa Iran dimana perjalanan sejarahnya menjadi penentu sistem pemerintahan yang dijalankan pada saat sekarang ini. Proses terbentuknya sistem ketatanegaraan bangsa tersebut hingga hari ini, tidak terlepas dari perjalanan Iran dalam menuju kearah sebuah negara demokratis dan juga peran Iran dimasa lampau dalam membentuk karakter peradaban dunia hingga saat sekarang ini. Sehingga apa yang telah dimiliki oleh Iran saat ini, merupakan salah satu yang paling dikhawatirkan oleh barat dimana merupakan sebuah pola yang terbentuk dan berlangsung secara sistematis terhadap peran Iran dahulu baik sebagai bangsa Persia lama ketika sebelum masehi dan zaman setelah munculnya dinasti Muawiyah pasca pemerintahan kekhalifahan Ali. Hal tersebut sepertinya menjadi karakter tersendiri bagi bangsa Iran yang menimbulkan kengerian bagi barat pada saat ini, seiring dengan penguasaan tekhnologi nuklir yang dimiliki oleh Iran, aroma perang salib jilid II barangkali dapat menjadi alasan yang paling kuat untuk dapat meredam potensi dampak yang paling buruk terhadap kemampuan Iran saat ini.

Naiknya kembali harga minyak dunia secara perlahan membawa keuntungan tersendiri bagi korporasi yang berkecimpung dalam bidang tersebut sehingga kepentingan sektor korporasi kapitalis Eropa serta afiliasinya dalam hal ini yang berkaitan dengan minyak menjadi pemicu untuk dapat mendapatkan akses langsung seluas – luasnya dari negara Iran. Dalam hal ini hambatan yang terbesar untuk dapat melakukan proses tersebut sekarang ini adalah rezim incumbent Ahmadinejad. Hal tersebut semakin dikuatkan dengan dilihat dari sanksi yang diterapkan oleh Uni Eropa belakangan ini terhadap Iran, dampak yang dirasakan justru akan merugikan bagi perusahaan – perusahaan Eropa tersebut karena tidak dapat menikmati keuntungan ekonomi secara maksimal dari penerapan sanksi – sanksi yang ada. Sehingga negara – negara barat dalam hal ini Uni Eropa terlihat sekali menginginkan perubahan yang signifikan terhadap proses dmokratisasi yang sedang berjalan di Iran. Oleh karena itu, jika kita mencermati krisis politik yang sedang terjadi, sangat lumrah jika dilakukan penggerpolan terhadap incumbent pada saat ini, seperti yang dilakukan Amerika dan Inggris terhadap Ahmadijenad. Saya kira demonstrasi terhadap hasil pemilu yang dimenangkan oleh Ahmadinejad yang dianggap penuh dengan kecurangan oleh barat dan afiliasinya, saat ini merupakan cara yang paling logis untuk dapat mencegah Ahmadijenad kembali berkuasa, mengingat lawan – lawan dari sang incumbent sudah terwesternisasi oleh operasi – operasi intelijen yang dilakukan barat dalam hal ini dimainkan oleh Inggris yang memasang badannya untuk kepentingan yang lebih besar bagi Uni Eropa. Walaupun dalam konflik tersebut  seandainya Amerika tetap melakukan operasi tertutup, tidaklah salah jika Obama secara terang – terangan membantah keterlibatan pihaknya dengan mengatakan tidak terlibat atau tidak ada operator di lapangan yang bermain dalam krisis tersebut, karena akan sangat mungkin dapat merugikan kepentingan Amerika terhadap keikutsertaan dari krisis tersebut mengingat pada saat ini Amerika sedang berusaha melakukan pencitraan yang baik pasca kepemimpinan rezim George Bush dan merangkul Islam serta menjaga kepentingan bagi konflik di Timur Tengah dan juga dalam memerangi keberadaan milisi Taliban.

Isu hak asasi dianggap menjadi isu yang paling efektif untuk dapat memperlemah legitimasi penguasa pada saat ini. kolaborasi antara agitator – agitator propaganda dan media – media barat terutama Eropa yang begitu lihai memainkan isu tewasnya demonstran perempuan Neda Agha – Soltani, yang terus di dorong menjadi ikon demonstrasi perlawanan anti pemerintah. Saya kira begitu cepatnya konstalasi yng bergulir dimana pihak pemerintah yang berkuasa sangat mungkin tidak siap dalam menghadapi chaos yang muncul sebagai dampak dari benturan kepentingan antara kapitalis liberalis dengan islam ideologis dan penguasaan tekhnologi nuklir yang dimiliki bangsa Iran. Sementara pihak – pihak yang berkepentingan dalam hal ini negara – negara barat mungkin sudah mempersiapan hal ini sejak lama bagi pencapaian kepentingannya di negeri Iran sehingga hanya tinggal menunggu momen yang tepat untuk dapat memainkan turbulensi politik ini. Mencermati krisis yang terjadi serta penyelesaian yang dilakukan oleh negara tersebut dan juga peranan hukum dan konstitusi di Iran yang menempatkan Ali khameini sebagai pemimpin tertinggi dan Dewan Ulama menjadi menjadi badan tertinggi di atas parlemen, yang kemudian mensyahkan kemenangan Ahmadinejad dalam pemilu di negara tersebut. Jika dilihat dari perspektif katahanan nasional sebuah bangsa merupakan upaya yang sangat strategis dalam mempertahankan keutuhan bangsa tersebut dalam hal ini Iran dalam membentengi dirinya dari pengaruh asing. Dalam hal ini juga menjadi ujian bagi nasionalisme Arab di kawasan regional, dalam menyikapi krisis tersebut untuk mengakui legitimasi kemenangan Ahmadinejad dalam pemilu kali ini.

Kita memang memiliki perbedaan mendasar dengan bangsa Iran, baik dari sisi sejarah, hukum dan konstitusi. Tetapi jika mencermati terhadap peran ulama di negara tersebut dalam usaha untuk melindungi kepentingan nasionalnya, mungkin dapat menjadi pelajaran bagi kehidupan beragama di Indonesia, karena sejarah pembentukan bangsa ini tidak lepas dari peran para ulama – ulama dimasa kemerdekaan dulu. Nasionalisme kebangsaan yang merupakan pembentukan dari pemahaman sejarah, wawasan kebangsaan dan geopolitik dari para ulama – ulama kita merupakan modal dasar terhadap perlindungan kepentingan NKRI dari pengaruh asing yang masuk secara ideologis. Sehingga kewaspadaan nasional dari peran ulama sangat diharapkan dalam melindungi kehidupan beragama umatnya. Oleh karena itu krisis politik di Iran dan penyelesaiannya diharapkan dapat menjadi cerminan bagi bangsa ini terutama para ulama dalam menjaga kedaulatan NKRI baik secara wilayah dan juga secara pola pikir dari tata nilai atau pengaruh asing.

Jakarta, 25 Juni 2009
Mohamad Chaidir Salamun
Media Analyst IndoSolution

Tidak ada komentar:

Posting Komentar