Selasa, 12 Februari 2013

EFEKTIFITAS KOMUNIKASI ORGANISASI PKS di FASE KRISIS



Dalam beberapa hari pertama, kasus yang menimpa LHI dengan penahanannya oleh KPK, menimbulkan banyak polemik dari berbagai kalangan dengan berbagai kepentingannya. Trend yang muncul dari sikap para analis di beberapa media nasional adalah cenderung mengopinikan kejeblokan suara PKS untuk pemilu 2014 serta hajatan dua pilkada di Jabar dan Sumut dengan calon PKS untuk sementara dijagoka sebagai pemenang pilkada tersebut. Kemudian juga kontra opini terhadap statement Anis Matta bahwa adanya konspirasi dan rekayasa kasus dan operasi untuk menjerat petinggi partai politik. Jika dilihat dari dampak yang muncul setelah ditahannya LHI maka, sangatlah logis jika sebuah organisasi mengalami fase kepanikan karena pucuk pimpinannya berada dalam masalah yang sangat berpengaruh terhadap reputasi organisasi untuk kedepannya.
Menurut pengamatan saya, ada satu hal yang harus digaris bawahi dimana, sepertinya para elit PKS belajar betul dengan prahara yang terjadi di Partai Demokrat. Disinilah keunggulan elit PKS dapat meredam gejolak di dalam organisasinya sehingga tetap dapat membentuk opini yang keluar hanya dari elit PKS yang memang berkompeten untuk menjawab kasus yang sedang menimpa partai tersebut. Elit PKS menyadari bahwa organisasi ini sejak awal dibangun melalui jaringan intelektual kampus – kampus dan mendapat dukungan ideologis yang mengakar. Adapun tingkat dukungan dari kalangan rakyat ketika proses pemilu berlangsung adalah merupakan karena adanya proses komunikasi politik yang dibangun melalui jaringan intelektual PKS sehingga mendapatkan simpati dari rakyat secara signifikan pula. Hal itu terbukti di tahun 1999 dengan perolehan suara di Jabotabek dimana secara psikologis pemilih PKS merupakan bentuk massa ideologis dari hasil kampanye jaringan intelektual PKS.
Oleh karena itu, menurut hemat saya, PKS telah membangun dan memiliki fondasi jaringan komunikasi organisasi yang sangat baik, hal itu sangat penting untuk tetap menjaga kestabilan dan memelihara reputasi organisasi jika tiba – tiba berada dalam fase krisis seperti saat ini. Tahapan transisi di tingkat elit yang dilakukan oleh PKS pun terlihat sangat halus, pergantian pucuk pimpinan secara otomatis berganti dan tidak menimbulkan faksi dengan kelompok – kelompok pimpinan yang lama. Hal itu memudahkan PKS untuk segera melakukan konsolidasi serta dapat dilakukan dengan cepat terhadap wilayah yang segera akan melangsungkan Pilkada seperti Jawa Barat dan Sumatera Utara. Hubungan baik elit PKS dengan stakeholder politiknya dalam kerangka komunikasi politik tetap terjaga dengan mundurnya Anis Matta sebagai ketua DPR sekaligus untuk menjaga citra PKS agar tidak ada rangkap jabatan. Kemudian counter opini terhadap isu – isu penyelundupan daging sapi dilakukan secara sistematis oleh 3 orang elit PKS yaitu Anis Matta, Tiffatul Sembiring dan Hidayat Nurwahid, sehingga menghindari adanya disinformasi isu seandainya ada kader lain yang terlibat dalam kasus tersebut sebagai tersangka baru.
 Inilah yang membedakan dengan partai demokrat yang elit – elitnya cenderung menjadi besar kepala ketika banyak kadernya terseret oleh kasus korupsi sehingga karena adanya kekosongan di posisi strategis partai dan pemerintah maka seolah – olah para kader ingin menunjukan kesetiannya terhadap Presiden SBY. Dan friksi internal pun menjadi terbawa kedalam pertarungan di ruang publik yang berdampak terhadap menurunnya popularitas partai di mata konstituennya.
Satu lagi yang menurut saya PKS tidak akan mengalami penurunan konstituen seperti partai demokrat adalah konstituen intelektual dan ideologis yang dimiliki oleh PKS. Dalam kasus penahanan LHI, salah seorang kawan saya di sosial media  mengajak berdiskusi secara kronologis detilnya kemunculan kasus yang sebetulnya secara metodis tidak berbeda dengan kasus – kasus seperti Antasari, Munir dan Gusdur ketika bullogate berlangsung dimana selalu ada aktor yang tidak diduga dan disinyalir merupakan susupan dari lawan politik yang diopinikan dalam bentuk teman dekat, diskusi tersebut menunjukan bahwa adanya kecenderungan untuk dapat mengetahui kebenaran kasus yang dilakukan oleh konstituen PKS dan saya yakin pola tersebut terus bergulir dalam bentuk komunikasi antar kelompok, sehingga para konstituen dapat menempatkan sudut pandangnya di antara opini – opini negatif yang muncul dari para analis – analis yang berkepentingan terhadap rusaknya reputasi PKS. Sehingga, walaupun ada sejumlah kasus yang sangat mempengaruhi reputasi PKS, setidaknya dibandingkan dengan parpol lain PKS tetap akan tetap relatif lebih tenang dalam membangun konstituennya pada pemilu 2014 mendatang.

                                                                   Jakarta, 08 Februari 2013
                                                                   Mohamad Chaidir Salamun
                                                                   Media Analyst IndoSolution

Tidak ada komentar:

Posting Komentar