Posisi
Ketum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang saat ini di sudah seperti di ujung
tanduk terlihat menarik untuk ditelaah mengapa sampai detik ini, sang Ketum PD seolah
sulit terjamah dari delik hukum. Berbeda dengan kronologis Andi Malaranggeng
atau elit demokrat lainnya yang memang sepertinya cair dalam menghadapi proses
hukumnya. Ada medan magnet yang sangat kuat dalam bentuk operasi intelijen yang
dilakukan oleh pihak Annas untuk tetap berupaya menjaga eksistensi dirinya
sebagai ketua umum Partai Demokrat yang diuntouchable melalui bargaining opini
publik yang dilakukan dengan operasi – operasi media massa.
Dalam
hal Annas sebagai ketua umum di PD saat ini, peluang Annas secara dingin dan
kharismatik dapat menggeser figur SBY baik secara kepemimpinan, pengaruh maupun
reputasi dari SBY itu sendiri di 2014 nantinya, alasannya, banyaknya tokoh –
tokoh yang tersangkut dengan delik hukum seperti Aulia Pohan, Hartati Murdaya
dan juga Andi Malaranggeng dapat dijadikan sebuah alasan karma politis bagi
Annas terhadap SBY untuk menjadikannya ( SBY ) tersangkut dengan delik hukum
jika masa kepresidenan SBY selesai nantinya. Logika tersebut dapat menjadi hal
yang paling mendasar bagi SBY sehingga yang bersangkutan sangat berhati – hati
dalam mengatasi persoalan Annas agar turbulensinya tidak berlanjut setelah 2014
nanti. Di sisi lain, kehatian – kehatian tersebut menjadikan SBY menjadi
terjebak dalam pola asimetris yang dilakukan oleh Annas. Misalnya dalam hal
diberhentikannya Ibas, kemudian mengadakan rapimnas dan yang paling fatal
adalah dibatalkannya status Annas sebagai tersangka oleh KPK karena
diindikasikan adanya kebocoran sprindik dalam prosesnya. Pengembangan opini
asimetris masih berlanjut di hari ini 22/Feb/13, dengan dicekalnya Annas ke
luar negeri kendati pengumuman resmi KPK belum keluar.
Dilihat
dari kebiasan Ibas yang dikatakan bahwa absensi Ibas biasa dilakukan oleh
pengawalnya sementara Ibas tidak berada di tempat, hal tersebut diketahui
secara publik oleh media, kemudian ketegasan SBY yang sangat menjaga citra
kepemimpinannya serta keluarganya menjadi alasan yang paling mungkin jika
keluarnya Ibas adalah perintah dari SBY sebagai bentuk tanggung jawab kepada
publik atas opini yang terbentuk. Hal tersebut dapat dimanfaatkan dalam bentuk
persepsi politis bahwa Ibas merupakan politisi yang tidak bertanggung jawab
mengingat Ibas memiliki voters yang paling banyak se-Indonesia, lihat : http://id.wikipedia.org/wiki/Edhie_Baskoro_Yudhoyono. Jika opini ini terbentuk,
maka dengan bantuan pengamat – pengamat yang kontra terhadap Demokrat, maka
persepsi tersebut ditambah dengan kemungkinan Ibas untuk menggantikan Annas
sebagai figur yang paling dapat dipercaya oleh SBY. Dua premis tersebut
tentunya sudah cukup untuk melegitimasi Ibas sebagai anak SBY yang masih harus
banyak belajar dalam dinamika politik partai sehingga menghalangi peran Ibas
untuk menjadikan dirinya sebagai bagian penting SBY agar dapat memberhentikan
Annas secara santun.
Yang
kedua adalah Rapimnas yang dilakukan oleh SBY dilihat sebagai bentuk energi
yang terbuang karena tidak menghasilkan keputusan yang efektif terhadap penyelesaian
konflik Demokrat. Pakta integritas yang ditandatangani seolah – olah menjadi
hambar dengan Annas menandatangani pakta tersebut belakangan dengan alasan
sakit, hal tersebut juga merupakan unjuk kekuatan legitimasi Annas terhadap SBY
dimana keputusan yang dilakukan oleh SBY tidak serta merta dapat dilakukan
secara terpadu dan paripurna tanpa keterlibatan Annas dan para pendukungnya. Di
sisi lain, ketidakhadiran Annas akan membuat publik di paksa melihat bahwa perlu
energy besar bagi SBY untuk dapat mengatasi permainan Annas di internal partai
di saat SBY dengan tegas menuntut kinerja pembantu – pembantunya agar lebih fokus
terhadap target – target yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Kendati bahwa
dengan pakta integritas tersebut dapat menjadi sebuah alur cerita baru bagi SBY
dan Partai Demokrat agar dapat membersihkan gerbong para pendukung Annas yang
disinyalir ikut terlibat dalam proses hukum yang sedang membelit Annas.
Yang
ketiga, dengan adanya kebocoran sprindik di KPK sangat jelas bahwa operasi media
yang dilakukan oleh pihak Annas untuk memperkuat bargainingnya di mata publik
bahwa ada pola yang ingin ditunjukan dimana informasi yang sampai kepada SBY dapat
menjadi pertanyaan bahwa apakah SBY selama ini hanya mempercayai KPK dari isu,
dari sumber tertentu atau dari pimpinan KPK sehingga dapat ditentukan siapa
yang menelepon SBY dan siapa yang membocorkan sprindik tersebut ? atau juga diantara
pimpinan KPK yang ada, memang ada yang dikendalikan oleh SBY terhadap kasus –
kasus tertentu, walaupun dalam konteks tersebut, SBY sebagai kepala negara
memang memiliki hak untuk menempatkan orangnya di lembaga – lembaga tinggi
negara seperti KPK. Hal ini seolah – olah menjadi insider trading yang
berpotensi dapat membocorkan rahasia negara, jika ternyata di tatanan politisi
saja pola komunikasinya dapat dimainkan untuk kepentingan yang berpengaruh
terhadap stabilitas nasional. Blunder yang kedua kalinya jelas tidak ingin
terjadi dengan melihat statement Deny Indrayana yang mengatakan agar menunggu
statement resmi KPK terhadap pencekalan Annas ke luar negeri.
Ketiga
poin tersebut menunjukan bahwa Annas sudah sangat memahami pola – pola permainan
SBY yang sangat mengkedepankan pencitraan individu dan keluarganya, sehingga dengan
memanfaatkan pola tersebut maka terbangun pula opini – opini yang asimetris
melalui operasi intelijen yang dilakukan Annas dimana berdampak pada berubahnya
kebijakan yang dilakukan oleh SBY. Yang terakhir dengan ditetapkannya Annas
sebagai tersangka, beberapa pengamat sepakat bahwa karir politik Annas hanya
redup untuk sementara di 2014, mengingat kharisma, kekuatan dan jaringan yang dibangun
oleh Annas selama ini akan dapat kembali digulirkan seiring dengan selesainya
proses hukum yang harus dijalaninya nanti. Kedatangan Akbar Tandjung ke rumah
Annas sebagai senior di HMI dalam rangka rasa simpatik, sudah menunjukan betapa
dukungan terhadap Annas dari politisi – politisi senior tidaklah hilang begitu
saja, hal itu juga seolah – olah untuk mengingatkan Annas oleh Akbar terhadap
kasus hukum yang pernah membelitnya yang diputuskan SP3 dengan intervensi Megawati
karena adanya bargaining di pemilu 2004.
Sehingga
dalam konteks ini bahwa memang sudah seharusnya agar kasus Annas di Partai
Demokrat sudah harus diselesaikan sesegera mungkin karena bagaimanapun Annas
akan tetap melawan dengan mengesankan sebagai politisi yang terzalimi, disini
justru yang dikhawatirkan dimana akan sangat menyita konsentrasi Presiden
terhadap proses penyelesaiannya. Oleh karena itu, masyarakat juga perlu untuk
lebih diberikan pencerahan karena permainan ini dan dampaknya juga dirasakan
lebih baik terjadi di kalangan internal mereka saja ( PD ) ketimbang harus
dibayar dengan tidak jalannya kebijakan pemerintah karena SBY nya yang terlalu
larut dalam konflik tersebut. Jangan sampai delapan prajurit TNI yang gugur di
Papua menjadi sia – sia karena hanya
menjadi pengalih isu terhadap carut – marut internal Partai Demokrat. Jelas ini
tidak main – main……
Jakarta,
23 Februari 2013,
Mohamad
Chaidir Salamun,
Media
Intelligence Consultant IndoSolution.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar