Sabtu, 23 Februari 2013

Pemerintah Perlu Berhati – Hati terhadap Operasi Intelijen yang Merubah Kebijakan



Posisi Ketum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang saat ini di sudah seperti di ujung tanduk terlihat menarik untuk ditelaah mengapa sampai detik ini, sang Ketum PD seolah sulit terjamah dari delik hukum. Berbeda dengan kronologis Andi Malaranggeng atau elit demokrat lainnya yang memang sepertinya cair dalam menghadapi proses hukumnya. Ada medan magnet yang sangat kuat dalam bentuk operasi intelijen yang dilakukan oleh pihak Annas untuk tetap berupaya menjaga eksistensi dirinya sebagai ketua umum Partai Demokrat yang diuntouchable melalui bargaining opini publik yang dilakukan dengan operasi – operasi media massa.
Dalam hal Annas sebagai ketua umum di PD saat ini, peluang Annas secara dingin dan kharismatik dapat menggeser figur SBY baik secara kepemimpinan, pengaruh maupun reputasi dari SBY itu sendiri di 2014 nantinya, alasannya, banyaknya tokoh – tokoh yang tersangkut dengan delik hukum seperti Aulia Pohan, Hartati Murdaya dan juga Andi Malaranggeng dapat dijadikan sebuah alasan karma politis bagi Annas terhadap SBY untuk menjadikannya ( SBY ) tersangkut dengan delik hukum jika masa kepresidenan SBY selesai nantinya. Logika tersebut dapat menjadi hal yang paling mendasar bagi SBY sehingga yang bersangkutan sangat berhati – hati dalam mengatasi persoalan Annas agar turbulensinya tidak berlanjut setelah 2014 nanti. Di sisi lain, kehatian – kehatian tersebut menjadikan SBY menjadi terjebak dalam pola asimetris yang dilakukan oleh Annas. Misalnya dalam hal diberhentikannya Ibas, kemudian mengadakan rapimnas dan yang paling fatal adalah dibatalkannya status Annas sebagai tersangka oleh KPK karena diindikasikan adanya kebocoran sprindik dalam prosesnya. Pengembangan opini asimetris masih berlanjut di hari ini 22/Feb/13, dengan dicekalnya Annas ke luar negeri kendati pengumuman resmi KPK belum keluar.
Dilihat dari kebiasan Ibas yang dikatakan bahwa absensi Ibas biasa dilakukan oleh pengawalnya sementara Ibas tidak berada di tempat, hal tersebut diketahui secara publik oleh media, kemudian ketegasan SBY yang sangat menjaga citra kepemimpinannya serta keluarganya menjadi alasan yang paling mungkin jika keluarnya Ibas adalah perintah dari SBY sebagai bentuk tanggung jawab kepada publik atas opini yang terbentuk. Hal tersebut dapat dimanfaatkan dalam bentuk persepsi politis bahwa Ibas merupakan politisi yang tidak bertanggung jawab mengingat Ibas memiliki voters yang paling banyak se-Indonesia, lihat : http://id.wikipedia.org/wiki/Edhie_Baskoro_Yudhoyono. Jika opini ini terbentuk, maka dengan bantuan pengamat – pengamat yang kontra terhadap Demokrat, maka persepsi tersebut ditambah dengan kemungkinan Ibas untuk menggantikan Annas sebagai figur yang paling dapat dipercaya oleh SBY. Dua premis tersebut tentunya sudah cukup untuk melegitimasi Ibas sebagai anak SBY yang masih harus banyak belajar dalam dinamika politik partai sehingga menghalangi peran Ibas untuk menjadikan dirinya sebagai bagian penting SBY agar dapat memberhentikan Annas secara santun.
Yang kedua adalah Rapimnas yang dilakukan oleh SBY dilihat sebagai bentuk energi yang terbuang karena tidak menghasilkan keputusan yang efektif terhadap penyelesaian konflik Demokrat. Pakta integritas yang ditandatangani seolah – olah menjadi hambar dengan Annas menandatangani pakta tersebut belakangan dengan alasan sakit, hal tersebut juga merupakan unjuk kekuatan legitimasi Annas terhadap SBY dimana keputusan yang dilakukan oleh SBY tidak serta merta dapat dilakukan secara terpadu dan paripurna tanpa keterlibatan Annas dan para pendukungnya. Di sisi lain, ketidakhadiran Annas akan membuat publik di paksa melihat bahwa perlu energy besar bagi SBY untuk dapat mengatasi permainan Annas di internal partai di saat SBY dengan tegas menuntut kinerja pembantu – pembantunya agar lebih fokus terhadap target – target yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Kendati bahwa dengan pakta integritas tersebut dapat menjadi sebuah alur cerita baru bagi SBY dan Partai Demokrat agar dapat membersihkan gerbong para pendukung Annas yang disinyalir ikut terlibat dalam proses hukum yang sedang membelit Annas.
Yang ketiga, dengan adanya kebocoran sprindik di KPK sangat jelas bahwa operasi media yang dilakukan oleh pihak Annas untuk memperkuat bargainingnya di mata publik bahwa ada pola yang ingin ditunjukan dimana informasi yang sampai kepada SBY dapat menjadi pertanyaan bahwa apakah SBY selama ini hanya mempercayai KPK dari isu, dari sumber tertentu atau dari pimpinan KPK sehingga dapat ditentukan siapa yang menelepon SBY dan siapa yang membocorkan sprindik tersebut ? atau juga diantara pimpinan KPK yang ada, memang ada yang dikendalikan oleh SBY terhadap kasus – kasus tertentu, walaupun dalam konteks tersebut, SBY sebagai kepala negara memang memiliki hak untuk menempatkan orangnya di lembaga – lembaga tinggi negara seperti KPK. Hal ini seolah – olah menjadi insider trading yang berpotensi dapat membocorkan rahasia negara, jika ternyata di tatanan politisi saja pola komunikasinya dapat dimainkan untuk kepentingan yang berpengaruh terhadap stabilitas nasional. Blunder yang kedua kalinya jelas tidak ingin terjadi dengan melihat statement Deny Indrayana yang mengatakan agar menunggu statement resmi KPK terhadap pencekalan Annas ke luar negeri.
Ketiga poin tersebut menunjukan bahwa Annas sudah sangat memahami pola – pola permainan SBY yang sangat mengkedepankan pencitraan individu dan keluarganya, sehingga dengan memanfaatkan pola tersebut maka terbangun pula opini – opini yang asimetris melalui operasi intelijen yang dilakukan Annas dimana berdampak pada berubahnya kebijakan yang dilakukan oleh SBY. Yang terakhir dengan ditetapkannya Annas sebagai tersangka, beberapa pengamat sepakat bahwa karir politik Annas hanya redup untuk sementara di 2014, mengingat kharisma, kekuatan dan jaringan yang dibangun oleh Annas selama ini akan dapat kembali digulirkan seiring dengan selesainya proses hukum yang harus dijalaninya nanti. Kedatangan Akbar Tandjung ke rumah Annas sebagai senior di HMI dalam rangka rasa simpatik, sudah menunjukan betapa dukungan terhadap Annas dari politisi – politisi senior tidaklah hilang begitu saja, hal itu juga seolah – olah untuk mengingatkan Annas oleh Akbar terhadap kasus hukum yang pernah membelitnya yang diputuskan SP3 dengan intervensi Megawati karena adanya bargaining di pemilu 2004.
Sehingga dalam konteks ini bahwa memang sudah seharusnya agar kasus Annas di Partai Demokrat sudah harus diselesaikan sesegera mungkin karena bagaimanapun Annas akan tetap melawan dengan mengesankan sebagai politisi yang terzalimi, disini justru yang dikhawatirkan dimana akan sangat menyita konsentrasi Presiden terhadap proses penyelesaiannya. Oleh karena itu, masyarakat juga perlu untuk lebih diberikan pencerahan karena permainan ini dan dampaknya juga dirasakan lebih baik terjadi di kalangan internal mereka saja ( PD ) ketimbang harus dibayar dengan tidak jalannya kebijakan pemerintah karena SBY nya yang terlalu larut dalam konflik tersebut. Jangan sampai delapan prajurit TNI yang gugur di Papua menjadi sia – sia  karena hanya menjadi pengalih isu terhadap carut – marut internal Partai Demokrat. Jelas ini tidak main – main……


                                                                             Jakarta, 23 Februari 2013,
                                                                             Mohamad Chaidir Salamun,
                                                          Media Intelligence Consultant IndoSolution.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar