Jaksa Harus Merehabilitasi Nama Prita Mulyasari
Jakarta, Kompas - Mahkamah
Agung menyatakan Prita Mulyasari tidak terbukti melakukan tindak pidana
mencemarkan nama baik Rumah Sakit Omni Internasional. Oleh karena itu,
nama baik, harkat, dan kedudukan Prita harus dipulihkan.
Hal itu
terungkap dalam putusan peninjauan kembali (PK) MA yang dijatuhkan Senin
(17/9). Perkara diputus majelis PK yang diketuai Ketua Muda Pidana
Khusus MA Djoko Sarwoko dengan hakim anggota Agung Surya Jaya dan
Suhadi.
Dalam putusan perkara No 22 PK/Pid.sus/2011 itu, majelis
PK membebaskan Prita dari seluruh dakwaan atau bebas murni. ”Memulihkan
hak terpidana dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat martabat”, demikian
petikan amar putusan PK.
Perintah MA agar hak terpidana dalam
kemampuan, kedudukan, dan harkat martabat dipulihkan, kata Djoko, yang
dimaksudkan adalah rehabilitasi untuk Prita. Apabila rehabilitasi tidak
dilaksanakan oleh jaksa, Prita dapat mengajukan permohonan rehabilitasi
sekaligus permohonan ganti rugi dengan mendasarkan pada Buku Satu Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Bisa tenang
Dihubungi
secara terpisah, Prita mengatakan telah mengetahui putusan MA tersebut
dari pengacaranya, Slamet Yuwono dari Kantor Pengacara OC Kaligis. Ia
mengatakan kini bisa tenang dalam menjalani kehidupan dan pekerjaan.
”Subhanallah.
Alhamdulillah. Semoga ini keputusan yang terakhir dan tak ada lagi yang
mengutak-atik hidup saya dan keluarga,” kata Prita.
Dengan
putusan tersebut, majelis PK membatalkan putusan kasasi MA dalam perkara
pidana pencemaran nama baik pada 30 Juni 2011. Prita diadukan Rumah
Sakit Omni Internasional karena mengeluhkan pelayanan buruk rumah sakit
tersebut dalam sebuah e-mail.
Majelis kasasi yang diketuai Imam
Harjadi dengan hakim anggota Salman Luthan dan Zaharuddin Utama ketika
itu menyatakan Prita terbukti bersalah sehingga menjatuhkan hukuman enam
bulan penjara dengan masa percobaan setahun.
Kepala Biro Hukum
dan Humas MA Ridwan Mansyur mengatakan, majelis PK menerima novum atau
bukti baru yang diajukan Prita, yaitu putusan kasasi dalam perkara
gugatan perdata pencemaran nama baik. MA menolak gugatan tersebut dengan
alasan, apa yang dilakukan Prita melalui e-mail tersebut bukan
pencemaran nama baik.
Hingga berita ini diturunkan, Kompas belum berhasil mendapatkan tanggapan Rumah Sakit Omni Internasional. (ana/pin). Dikutip dari Kompas, 18 september 2012, Hal : 15
Catatan Chaidir Salamun :
Kasus yang bergulir sejak tahun 2009 ini menjadi fenomena tersendiri bagi dunia ke PR-an sebuah korporasi seperti Rumah Sakit Omni International, bagaimana kepercayaan diri yang dimiliki oleh institusi tersebut cenderung berlebihan dengan asumsi bahwa apa yang menjadi keluhan Prita dianggap sebagai kerikil dalam konteks reputasi insititusi tersebut. Disinyalir kekuatan yang dimiliki Rs Omni di wilayah operasional RS pada saat itu mengganggap dirinya dapat menjerat Prita dengan jalur serta kekuatan jaringan hukum yang dimilikinya ketika itu.
Disinilah mungkin yang menjadi akar persoalan dan menjadi pembelajaran bagi proses komunikasi publik ketika berhadapan dengan jalur hukum, bagaimana seorang Prita yang cenderung dianggap kecil untuk dapat menjelaskan kegalauannya ternyata menjadi terbalik dan menjadi shock therapy yang fatal bagi RS Omni karena dibalik tuntutan hukumnya terhadap Prita, harus berhadapan dengan tuntutan opini publik yang menjadi mainstream luar biasa dan menjadi hantaman balik terhadap reputasi RS Omni ketika itu, sehingga diperlukan kecermatan serta kehati - hatian dalam melakukan permainan opini di media massa agar turbulensinya tidak berbalik bahkan cenderung menjatuhkan reputasi sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar