Jumat, 17 Oktober 2008

Serbuan Maskapai Asing Ke Indonesia

Seperti yang telah diketahui bahwa sejak tahun 2007 lalu, Indonesia dikenai larangan terbang oleh Uni Eropa karena berbagi insiden yang terjadi pada tahun itu, dari mulai kecelakaan Adam Air sampai dengan Garuda Indonesia. Insiden tersebut memicu memurunnya kepercayaan sejumlah masyarakat internasional sehingga dengan kondisi seperti itu memiliki anggapan dapat membahayakan masyarakatnya jika penerbangan dari Indonesia masuk ke wilayahnya dan merupakan sebuah konsekwensi logis jika Uni Eropa melarang penerbangan dari Indonesia ke wilayah tersebut. Terlepas dari persoalan politis memang harus diakui bahwa untuk menggunakan penerbangan dari. Indonesia pada waktu itu lebih memiliki resiko keselematan yang relative rendah. Secara financial, dampak larangan tersebut cukup terasa secara secara signifikan, seperti misalnya maskapai Garuda yang kehilangan sejumlah pendapatannya karena rute – rute yang mungkin memberikan kestabilan terhadap pendapatan maskapai tersebut menjadi berkurang dan hal tersebut juga berlaku sama untuk maskapai – maskapai lainnya.

Ketika larangan tersebut diberlakukan,menjelang triwulan ke II, keadaan ekonomi Indonesia masih stabil bahkan mungkin selama hampir satu dasawarsa pada tahun tersebut dapat dianggap sebagai tahun kebangkitan terhadap keterpurukan ekonomi Indonesia selama ini. Juga -pada waktu itu keadaan ekonomi dunia relative stabil terhadap aksi – aksi spekulatif yang cenderung memberikan instabilitas terhadap ketahanan ekonomi dunia.

Apa yang terjadi pada saat sekarang ini merupakan sebuah ironi dari pertumbuhan ekonomi pada tahun lalu. Dengan adanya ketidakstabilan harga minyak dunia dan selalu diliputi oleh ancaman resesi global dimulai dengan krisis kredit macet perumahan di Amerika sebagai pemicunya, krisis social rentan terjadi sebagai dampak dari rawannya ketahanan pangan dan kenaikan harga BBM di dalam negeri. Terlepas dari kenaikan harga BBM, kondisi yang tidak menentu terhadap harga minyak dunia menyebabkan terpukulnya eksistensi maskapai di seluruh dunia karena pengaruh fluktuatif harga tersebut mempengaruhi terhadap harga bahan bakar pesawat yang digunakannya.

Dengan melihat kondisi penerbangan di Indonesia pada saat sekarang ini, ada beberapa peristiwa yang memicu perubahan paradigma dunia penerbangan sehingga wajah aviasi kita menuju ke arah yang lebih baik. Rangkaian peristiwa tersebut dimulai ketika pada akhir triwulan I tahun ini, konflik internal di kalangan pemegang saham Adam Air mencuat karena adanya diskomunikasi diantara sesama pemegang saham yang berdampak terhadap ketidakjelasan pengelolaan seperti keuangan dan lain sebagainya. Buntut dari konflik tersebut seperti yang sudah diketahui bahwa dimulai dari berhenti beroperasinya Adam Air kemudian tuntutan pailit dan ketidaksanggupan maskapai tersebut untuk membayarkan kewajiban – kewajibannya terhadap agen travel yang menjadi mitra bisnisnya, sampai dengan izin operasi yang dimilikinya dicabut merupakan sebuah bukti. Jika kita telaah kembali kasus Adam Air tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa hal tersebut merupakan gambaran terhadap dunia penerbangan di Indonesia selama ini yang meliputi manajemen operasional penerbangan dan manajemen internal. Tanpa bermaksud mengkambinghitamkan Adam Air sebagai biang keladi dari semua persoalan kredibilitas kepercayaan masyarakat pengguna penerbangan mungkin dapat mempertanyakan sampai sejauh mana maskapai Indonesia menerapkan standar keselamatan terhadap penumpangnya, karena jangankan untuk memberikan servicecapability yang tinggi terhadap konsumen, dari sisi pembenahan internalnya pun ternyata memiliki banyak ketimpangan, jelas hal tersebut berdampak pada operasional penerbangan yang berjalan tidak sebagaimana mestinya.

Keberhasilan maskapai Garuda Indonesia mendapatkan sertifikat layak terbang IATA Operastional Safety Audit merupakan sebuah hal yang harus dihargai oleh semua pihak yang berkaitan dengan dunia aviasi, karena betapa tidak ! kondisi penerbangan di Indonesia yang bisa dikatakan sedang berada di sisi kemunduran seolah – olah mendapat seteguk air sebagai pelepas dahaga. Hal itu merupakan hasil perjuangan yang dilakukan oleh maskapai tersebut selama bertahun – tahun untuk dapat mendapatkan pengakuan internasional dalam keselamatan penerbangannya. Sehingga keberhasilan tersebut harus menjadi pemicu terhadap maskapi – maskapai nasional dalam melakukan perbaikan standar keselematannya hingga mendapatkan pengakuan yang sama seperti yang telah dilakukan oleh Garuda. Jika dilihat dari dampak keberhasilan tersebut, merupakan sebuah sinyal posisitf terhadap penerbangan Indonesia bahwa memang standar penerbangan di Indonesia sedang mengalami perbaikan secara signifikan tidak hanya keuntungan atau kemudahan yang didapatkan Garuda sendiri dengan perolehan tersebut. Jika dilihat dari perjalananya mengenai standar sertifikasi internasional tersebut sejak awal 2008 IATA telah mendesak seluruh maskapai Indonesia menerapkan standar International Safety Audit karena dapat memperlihatkan kepada dunia international bahwa Indonesia sedang melakukan perubahan yang sungguh – sungguh dengan memiliki IOSA sebagai mandatory bagi maskapainya. Dan dilihat dari perjalanannya juga Garuda sejak tahun 2004 sudah berusaha untuk mendapatkan sertifikat tersebut kemudian dengan fast track yang dilakukan oleh pemerintah karena Garuda merupakan BUMN maka Garuda pada tahun ini mendapatkan sertifikat tersebut. Dampaknya terhadap maskapai lain adalah seperti Mandala Airlines, Batavia, Lion Air segera terdorong untuk menerapkan standar keselamatan penerbangan tersebut. Sisi lain beberapa benefit yang bisa didapatkan dengan mendapatkan IOSA akan lebih mempermudah maskapai dalam melakukan ekspansi bisnisnya karena secara kredibiltas maskapai tersebut terjamin penerbangannya kemudian investor, perusahaan asuransi dan pembiayaan dan yang paling penting adalah maskapai akan lebih mudah dalam memperluas jaringan penerbangannya kemanapun di seluruh dunia. Hal terebut dibuktikan dengan ekspansi yang dilakukan oleh Garuda setelah mendapatkan IOSA tersebut. Kerjasama penerbangan yang dilakukan dengan Yunani merupakan sebuah bukti bahwa dengan kepercayaan diri dan keyakinan bahwa larangan terbang akan segera dicabut, kita mencoba membuktikan bahwa kita mampu melakukan kerjasama tersebut dengan salah satu Negara Uni Eropa meskipung pencabutan larangan terbang pada saat ini belum terealisasikan. Disamping itu kerjasama denhgan Iran, pembukaan rute Jakarta – Teheran kemudian kerjasama operasional dengan Singapore Airlines dan lain – lain merupakan kemudahan – kemudahan dalam melakukan ekspansi perluasan rute setelah mendapatkan seritifikat tersebut. Adanya perubahan dalam budaya maskapai dapat terjadi dengan mendapatkan IOSA. Karena secara brainstorming pola penghayatan terhadap standar keselamatan dapat terbentuk dan lebih terjaga dari mulai level pimpin puncak hingga tenaga operasional di lapangan.

Aksi – aksi yang dilakukan oleh Departemen Perhubungan dengan melakukan inspeksi mendadak di Bandara – bandara dimana melihat secara langsung kelayakan terbang dari pesawat – pesawat yang digunakan oleh maskapai nasioan. Hasilnya sungguh merupakan jawaban yang membenarkan terhadap ketidakpercayaan masyarakat internasional karena betapa tidak ! banyak sekali ditemukan hal – hal yang amat sangat tidak memenuhi standar keselamatan penerbangan dari mulai persoalan administrasi syarat untuk terbang pesawat dan krunya hingga hal – hal tekhnis yang dinilai membahayakan penumpang pada saat terbang. Sangat dilematis sekali disaat pemerintah sedang berupaya maksimal untuk keluar dari kondisi terpuruk di dunia penerbangan ternyata persoalan yang sederhana dalam hal penetaan internal maskapai masih belum terlaksana dengan maksimal. Hal tersebut dapat meragukan sikap khlayak umum terhadap keseriusan perbaikan yang sedang kita lakukan, walaupun aksi SIDAK yang dilakukan oleh Dephub sebagai bentuk kongkrit untuk memperlihatkan kepada masyarakat internasional bahwa Indonesia serius memperbaiki standar keselamatannya. Adanya temuan – temuan yang tidak diharapak kemudian terblow up oleh media mungkin dapat menyudutkan maskapai yang tersangkut persoalan tersebut apalagi jika maskapai tersebut telah mencanangkan juga bahwa IOSA merupakan target yang didapatkan menyusul keberhasilan Garuda. Sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi dilapangan yanhg diharapkan oleh pemerintah belum dapat berjalan secara masksimal.

Dari ketiga cerita diatas, selain persoalan yang dihadapi oleh Adam Air kemudian keberhasilan Garuda hingga aksi SIDAK yang dilakukan oleh Dephub menggambarkan bahwa kita memang masih jauh untuk kearah standar penerbangan dunia secara umum. Walaupun faktanya kita tidak boleh pesimistis terhadap hal tersebut. Yang harus diwaspadai dalam hal ini adalah kondisi dimana kita sedang berbenah diri kemudian berusaha untuk mendapatkan kembali kepercayaan dunia internasional terhadap kualitas penerbangan kita, pihak asing memanfaatkan momen tersebut sebagai potensi pasar untuk mendapatkan pendapatan yang lebih di Indonesia.  Apa yang dilakukan oleh maskapai Malaysia Airlines mungkin patut ditelaah. Maskapai tersebut merupakan maskapai yang berbasis kenyamanan tetapi dalam operasionalnya di Indonesia mampu melakukan penerbangan berbasis LCC dengan meluncurkan tiket murahnya untuk meningkatkan pendapatannya. Jika dilihat dari momen – momen yang ada, dimana semenjak Adam Air berhenti beroperasi kekosongan rute yang ditinggalkan Adam Air cukup terasa sehingga menyebabkan melonjaknya tarif penerbangan di Indonesia mengingat maskapai Adam air merupakan maskapai yang memiliki daya angkut yang cukup besar sehingga banyak permintaan penerbangan yang tidak terpenuhi karena persoalan tersebut. Dampak dari aksi SIDAK oleh Departemen Perhubungan yang menunjukan masih rendahnya sejumlah maskapai dalam memenuhi standar keselamatan penerbangannya dan adanya maskapai – maskapai tertentu yang terblow up oleh media dalam pemenuhan standar keselamatannya mungkin melemahkan masyarakat tertentu yang biasa menjadi pengguna maskapai tersebut. Dengan kehadiran maskapai Malaysia Airlines dapat menjadi jawaban untuk mengatasi persoalan tersebut dimana sebuah maskapai yang berbasis kenyamanan mampu melakukan penerbangan yang melayani kebutuhan penerbangan tarif murah. Sorotan dalam hal ini tidak hanya kepada maskapai Malaysia Airlines tetapi bagaimana menyikapi bahwa dengan semua persoalan yang belum dapat diatasi secara cepat, penerbangan nasional tidak dikuasai oleh asing.

Masalah yang sedang dihadapi tidak hanya berkutat pada persoalan bagaimana mendapatkan kepercayaan dunia internasional, kemudian pembenahan  internal maskapai dalam prosedur penerbangannya hingga rancangan undang – undang yang mengatur maskapai bermasalah. Yang harus dilakukan pada saat sekarang ini adalah bagaimana semua pihak yang terkait dengan dunia aviasi dan pemerintah sebagai regulator melakukan kerjasama secara sinergis untuk menghadapi fluktuatifnya harga minyak dunia. Di beberapa Negara maju seperti di Amerika sudah terbukti bahwa dampak tersebut begitu memukul dunia penerbangannya, dari mulai mengurangi rute penerbangan kemudian mengganti pesawat dan yang paling ekstrem adalah melakuka perampingan karyawannya hingga bangkrutnya maskapai merupakan hal sudah terjadi terhadap maskapai – maskapai di negara – negara maju. Titik ekstrem bangkrutnya maskapai di tanah air memang belum terjadi tetapai dampak yang sudah terjadi di negara maju merupakan ibarat efek bola saju dimana dituntut kehati – hatian kita dalam menghadapi hal tersebut. Ibarat sebuah rayap merupakan sebuah sisi yang keropos dan akan rusak sewaktu – waktu sehingga terbukanya maskapai asing misalnya maskapai regional untuk menggantikan opersional maskapai kita jika hal tersebut dapat terjadi.

Pemerintah seharusnya tidak hanya membuat rancangan undang – undang yang mengatur keberadaan operasional maskapai bermasalah, regulasi – regulasi dari pemerintah yang bersifat visioner harus segera dibuat untuk melindungi eksitensi maskapai – maskapai nasional disamping mendorong maskapai untuk mendapatkan standar yang lebih tinggi dari yang telah dimiliki sebelumnya. Pemerintah harus konsisten terhadap regulasi yang telah dibuat agar memiliki ketahanan terhadap badai fluktuatifnya harga minyak dunia yang mungkin akan memukul eksistensi penerbangan nasional.

16 Oktober 2008
Mohamad Chaidir Salamun
Media Analyst IndoSolution

Tidak ada komentar:

Posting Komentar